KPK harus segera mengusut kasus dibandingkan beropini.
JAKARTA -- Presiden Joko Widodo meminta direksi BUMN yang diduga menerima suap di Singapura untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Presiden tidak akan memberi toleransi pada perilaku korupsi. "Yang bersangkutan harus bertanggung jawab terhadap apa yang dialakukan," kata Pramono di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (16/9).
Lebih lanjut, dia mengatakan, Presiden mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pendalaman terhadap kasus dugaan suap yang melibatkan petinggi BUMN tersebut. Jika terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum, Pramono memastikan direksi BUMN yang terlibat akan langsung di copot. "Kalau terindikasi, pasti diberhentikan," ucapnya.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menuturkan, kerja sama KPK dengan CPIB Singapura selama ini telah berjalan baik. Dengan begitu, sangat memungkinkan penindakan tindak pidana korupsi dilakukan meski di luar negeri.
"Bisa kok, sangat memungkinkan. Kita punya kerja sama yang baik dengan CPIB, KPK-nya Singapura. Beberapa waktu lalu, KPK Singapura juga meminta bantuan ke KPK di sini terkait dengan perkara yang sedang dia tangani juga," kata Alex.
Menurut Alex, kedepan, penindakan terkait korupsi tidak terbatas hanya di wilayah lokal atau di wilayah negara tersebut. Sebab, transaksi korupsi itu sendiri juga sifatnya sudah tidak lokal atau dilakukan secara global. "Sekarang korupsikan si fatnya sudah tidak lokal, sifatnya in ternasional, uang hasil korupsi bisa disimpan di mana aja," katanya.
KPK, papar Alex, diperlukan kerja sama antara Indonesia dan lembaga antikorupsi di negara lain dalam penindakan korupsi. Saat ini, KPK sendiri telah bekerja sama dengan lembaga antikorupsi selain Singapura, yakni Hong Kong, Korea, Malaysia, dan Thailand.
"Sekarang ini ada KPK Bangladesh di KPK dalam rangka MoU. Nanti Arab Saudi itu juga minta ada kerja sama dengan KPK. Karena, setiap tahun ibadah haji dari kita 200 ribu, potensinya luar biasa," kata Alex.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Farid Alfauzi meminta, KPK sebaiknya tidak beropini dalam dugaan korupsi oleh direksi BUMN. KPK harus menindak tegas pelaku korupsi sesuai dengan amanat undang-undang.
"KPK hanya menyebut salah satu direksi BUMN tanpa memastikan siapa sebenarnya yang dimaksud. Padahal, direksi BUMN kanbanyak,'' kata Farid, Jumat (16/9).
Menurutnya, kalau kemudian opini ini menjadi negatif, lanjut dia, imbasnya dapat berakibat pada sentimen buruk di pasar. Saham nasional bisa anjlok dan dapat mengakibatkan kerugian yang lebih besar bagi negara ini.
Selain itu, opini KPK ini dapat membuat resah dan timbul kecurigaan satu sama lainnya di kalangan direksi dan komisaris di seluruh perusahaan BUMN. Tidak menutup kemungkinan karena opini KPK ini juga membuat runtuh moral karyawan yang akhirnya memperburuk kinerja perusahaan.
Ia menyebut, KPK merupakan lembaga negara yang berlegitimasi. Dengan begitu, Farid menuturkan, sekali ada opini yang bersumber dari KPK, tentu akan melahirkan respons yang besar di kalangan masyarakat.
Namun, bagaimana kalau opini yang berkembang justru menunjukkan ketidakpastian, tentu yang muncul justru kegaduhan. `'Sebaiknya KPK langsung tunjuk.
Langsung saja tangkap supaya tidak muncul kegaduhan. Bangsa ini butuh ketenteraman dan stabilitas,'' ujarnya.
Politikus Hanura itu menyatakan, kalau memang sudah ada bukti awal, mengapa KPK tidak segera menangkap sehingga menteri BUMN bisa menunjuk direksi baru. `'Kita Komisi VI cinta pada Indonesia raya. Kita cinta KPK untuk memberantas korupsi. Tapi, hentikan KPK beropini,'' katanya menjelaskan.
Ketua Umum Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) HM Arum Sabil mendesak KPK, Polri, dan kejaksaan bersinergi mengungkap dugaan adanya direksi BUMN yang terindikasi menerima suap dari upah impor pangan, termasuk gula.
Arum mengemukakan, pihaknya mendesak agar oknum direksi BUMN yang terindikasi menerima suap dari upah impor pangan dan gula yang dila kukan di Singapura itu agar segera diberikan sanksi hukum yang berefek jera.
Arum menyinyalir, semua izin impor gula yang diberikan kepada beberapa perusahaan BUMN atau pun swasta terindikasi suap yang diberikan kepada oknum direksi BUMN.
Arum juga menduga adanya upaya untuk merekayasa persepsi bahwa harga gula mahal dan penggelembungan data kebutuhan gula untuk dijadikan alat legitimasi pembenaran guna melakukan impor gula besar- besaran. rep: Halimatus Sa’diyah, Eko Supriyadi, Fauziah Mursid/antara, ed: Fitriyan Zamzami