Republika/ Wihdan
JAKARTA — Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti dengan hukuman 4,5 tahun kurungan penjara. Ia juga diharuskan membayar denda Rp 500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan penjara.
"Bila terdakwa tidak dapat membayar denda, diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim Sumpeno dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Koruspi (Tipikor) Jakarta, Kemayoran, Jakarta, Senin (26/9).
Damayanti dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan beberapa kali sebagaimana dakwaan pertama. Ia terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Ia terbukti menerima suap sebesar Rp 8,1 miliar dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir, bersama-sama dengan anggota Komisi V DPR lainnya Budi Supriyanto dan dua stafnya Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini. Pemberian uang dilakukan beberapa kali dengan perincian 328 ribu dolar Singapura, 1 miliar dolar AS, dan 404 ribu dolar Singapura.
Uang sebanyak itu diberikan dengan tujuan agar Damayanti mengusahakan proyek pembangunan jalan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara masuk ke dalam program aspirasi Komisi V DPR. Program ini diharapkan dapat masuk dalam RAPBN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2016.
Namun, majelis hakim tak sependapat dengan penuntut umum ihwal tuntutan pencabutan hak politik untuk dipilih. Hakim menilai hukuman pidana sudah cukup bagi terdakwa supaya tidak mengulangi perbuatannya tersebut. "Majelis tidak sependapat dengan penuntut umum, hukuman pidana penjara sudah memberikan efek jera terhadap terdakwa," ujar Hakim Sigit Herman Binaji.
Dalam pertimbangannya, hakim juga membacakan hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Adapun yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah yang tengah giat memberantas korupsi. Selain itu, perbuatan terdakwa juga dinilai merusak tatanan demokrasi cek and balanced antara legislatif dan eksekutif.
Sedangkan, yang meringankan, yakni terdakwa bersikap sopan selama persidangan. Terdakwa tidak pernah dihukum, berterus terang, dan mengakui perbuatannya, memiliki tanggungan keluarga, dan telah mengembalikan uang. Selain itu, terdakwa juga telah bersedia bekerja sama dengan penegak hukum menjadi justice collaborator. Keterangan tersebut juga membongkar aliran dana ke anggota DPR lainnya, yaitu Budi Supriyanto dan Andi Taufan Tiro, serta mengungkap sejumlah hal yang terjadi di Komisi V DPR RI. "Hakim sependapat dengan penuntut umum sebagai JC untuk pertimbangan meringankan," kata Hakim Sigit.
Atas putusan hakim, Damayanti bersama penasihat hukum dan penuntut umum menyatakan pikir-pikir. Damayanti mengatakan, siap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut tuntas kasusnya yang berkaitan dengan Komisi V DPR RI. Hal ini sebagai konsekuensi ditetapkannya Damayanti sebagai justice collaborator.
"Konsekuensi sebagai justice collabolator adalah membantu KPK membuka kasus Komisi 5 DPR ini sampai gamblang, sampai selesai," ujar Damayanti.
Selain dibutuhkan untuk mengungkap terang benderang kasus suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tersebut, penetapannya sebagai justice collaborator juga menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman kepada politikus PDI Perjuangan tersebut.
Penangkapan Damayanti bermula dari penangkapan stafnya, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini, pada Rabu (13/1) pukul 17.00 WIB. Keduanya ditangkap di Tebet, Jakarta Selatan, dan sebuah mal di Jakarta Selatan.
Kedua orang tersebut bertemu Abdul Khoir di Jakarta Selatan. Dalam pertemuan, diduga ada pemberian uang kepada dua staf tersebut. Usai transaksi, ketiganya berpisah. Petugas KPK kembali bergerak untuk menangkap Abdul Khoir di daerah Kebayoran. Setelah ketiganya ditangkap, KPK pun menuju Lenteng Agung dan menangkap Damayanti. rep: Fauziah Mursid, ed: Erdy Nasrul