Senin 07 Nov 2016 16:00 WIB

Nelayan Dilarang Melaut

Red:

JAKARTA -- Pemerintah mengimbau nelayan dan pelaut Indonesia untuk tidak melaut di wilayah perairan Sabah untuk sementara waktu. Hal tersebut terkait dengan insiden penculikan dua nakhoda warga negara Indonesia (WNI) di sana, pada Sabtu (5/11).

"Pemerintah Indonesia mengimbau para ABK (anak buah kapal) WNI di Sabah untuk sementara waktu tidak melaut sampai situasi keamanan dipandang kondusif," ujar Retno, dalam pernyataan resmi yang diterima Republika, Ahad (6/11).

Ia mengatakan, sejak beberapa waktu lalu Pemerintah Indonesia telah menyampaikan keprihatinan kepada Pemerintah Malaysia terhadap situasi di perairan Sabah. Menurut dia, saat ini tercatat ada sekitar 6.000 WNI yang bekerja di kapal ikan Malaysia di wilayah itu.

Mengenai insiden penculikan dua nakhoda, Retno mengaku telah berbicara dengan menteri luar negeri (menlu) Malaysia untuk menyampaikan belasungkawa Indonesia mengenai kembali terjadinya penculikan dan penyanderaan di perairan Sabah, Malaysia. Ia menuturkan, Pemerintah Indonesia juga meminta Pemerintah Malaysia untuk membantu proses pembebasan sandera.

"Menlu juga bicara dengan penasihat perdamaian presiden Filipina untuk koordinasi mengenai terjadinya kembali penculikan ABK WNI," ujarnya.

Dua nakhoda kapal nelayan WNI diculik di pantai timur Kuala Kinabatangan, Perairan Sabah, pada Sabtu. Kedua nakhoda yang berusia 52 dan 46 tahun itu, diculik dari dua kapal berbeda pada pukul 11.00 dan 11.45 waktu setempat.

Komandan Keamanan Timur Sabah, Datuk Wan Bari Wan Abdul Khalid, mengonfirmasi insiden penculikan tersebut. Menurut dia, perairan Sabah dan gugusan Pulau Tawi-Tawi saat ini tengah menjadi wilayah rawan penculikan.

Ia menjelaskan, penculikan terjadi tiga mil dari perairan Kertam dan 15 mil dari Sungai Kinabatangan. Diketahui, ada banyak kapal nelayan di wilayah tersebut saat penculikan berlangsung.

"Dalam insiden pertama, lima orang bersenjata di speed boat menaiki perahu nelayan dan menculik kapten berusia 52 tahun. Mereka meninggalkan dua awak berusia 47 tahun dan 35 tahun di atas kapal," ujar Wan Bari, dikutip dari The Strait Times.

Wan Bari menambahkan, orang-orang bersenjata itu kemudian melarikan diri ke arah perairan internasional. Mereka lalu berhasil menculik nakhoda kapal lain sekitar tiga mil laut dari penculikan pertama.

"Mereka hanya menculik nakhoda dan meninggalkan tiga orang lainnya, termasuk anak 10 tahun," katanya.

Dia menuturkan, mereka mendapat informasi tentang insiden itu sekitar pukul 13.00 waktu setempat. Rincian informasi baru didapat setelah kru kapal mencapai Dermaga Sandakan pada pukul 06.40 waktu setempat.

Orang-orang bersenjata itu, tiga di antaranya memakai seragam dan dua lainnya mengenakan pakaian sipil. Mereka mematikan peralatan komunikasi, termasuk sistem GPS dari kapal-kapal nelayan tersebut.

Diyakini para penculik berasal dari salah satu pulau di Tawi-Tawi. Mereka disinyalir tidak terkait dengan kelompok radikal Abu Sayyaf.

Pada tahun ini, banyak pelaut dan nelayan Indonesia yang ditahan oleh kelompok Abu Sayyaf. Terakhir, pada awal Oktober lalu, tiga sandera asal Indonesia dibebaskan oleh kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina, pada Sabtu (1/10) malam, sekitar pukul 23.35 waktu setempat. Menurut keterangan Menlu RI Retno Marsudi, tiga sandera WNI yang dibebaskan tersebut atas nama Ferry Arifin, M Mahbur Dahlan, dan Edi Suryono.

Washington Post mencatat, kelompok Abu Sayyaf memperoleh setidaknya 7,3 juta dolar AS atau sekitar Rp 95,1 miliar dari uang tebusan dalam enam bulan pertama tahun ini. Ini merupakan hasil penculikan warga asing, termasuk dari Malaysia, Indonesia, dan Eropa.

Sebagian besar uang tebusan yang diterima Abu Sayyaf antara Januari dan Juni lalu adalah hasil pembebasan 14 sandera Indonesia dan empat warga Malaysia. Kelompok itu mendapat 413 ribu dolar AS atau Rp 5,3 miliar untuk membebaskan Marites Flor, wanita Filipina yang diculik bersama dua pria Kanada dan seorang pria Norwegia dari resor di Pulau Samal tahun lalu. 

Rodrigo Duterte, yang menjadi presiden Filipina pada Juni lalu, memerintahkan operasi militer besar-besaran untuk menghilangkan Abu Sayyaf. "Abu Sayyaf kini menargetkan kapal asing untuk menculik ABK, menyusul operasi militer terhadap mereka. Mereka akan meningkatkan penculikan di daerah perairan sibuk di selatan Filipina, Malaysia, dan Indonesia." rep: Fira Nursyabani ed: Muhammad Hafil

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement