Senin 25 Aug 2014 16:00 WIB

Sawahlunto, Beralih dari Batu Bara

Red:

Terletak di Provinsi Sumatra Barat, Kota Sawahlunto tengah bersolek mengejar pengakuan sebagai warisan dunia. Kota yang berdenyut dengan tambang batu bara sejak pengujung abad ke-19 ini akan didaftarkan ke UNESCO pada 2020.

Wali Kota Sawahlunto, Ali Yusuf, mengatakan, kota ini telah bangkit dari mati suri. Setelah potensi tambang kian tipis pada era 2000-an, sektor itu tidak lagi menjadi andalan untuk menambah pundi-pundi pendapatan Sumatra Barat. Batu bara kini hanya digarap ertambangan rakyat.

Namun, segenap masyarakat bersatu untuk menjadikan kota ini sebagai saksi sejarah. Peninggalan masa kejayaan tambang batu bara dijadikan objek pariwisata yang menarik dan tersebar di seluruh penjuru kota. Sebut saja, Gedung Pusat Kebudayaan (GPK), Museum Goedang Ransoem, Lobang Tambang Mbah Soero, dan perkampungan Cina atau lebih dikenal dengan nama Pasar Remaja.  Peremajaan pun dilakukan sejak 2002. Lobang Tambang Mbah Soero, misalnya, kini bisa dikunjungi wisatawan.

Dahulu, tempat ini merupakan pusat kegiatan "orang rantai", sebutan para buruh yang bertugas menggali tambang. Agar pengunjung mengerti cerita di balik tempat ini, maka dibuatlah Galeri Info Box yang pada 1947 merupakan Gedung Pertemuan Buruh. Galeri ini dilengkapi dengan tayangan film yang bisa ditonton pengunjung. Konon, masih ada 14 ribu buruh yang meninggal di lubang ini dan belum ditemukan jasadnya.

Sejak rajin merawat diri, Sawahlunto kian banyak dikunjungi wisatawan. Tahun ini, pendapatan daerah ditargetkan mencapai Rp 45 miliar. Sektor pariwisata menjadi penyumbang terbesar.

Tahun ini, wisatawan yang mengunjungi Sawahlunto ditargetkan mencapai 90 juta jiwa. Lebih banyak dari tahun lalu, berjumlah 87 juta.  "Lebaran lalu, pengunjung dalam lima hari betkontribusi Rp 1,5 miliar dalam pendapatan daerah," lanjut Ali ketika berbincang dengan Republika.

Selain situs, karakter kota juga ditampilkan dalam aneka kesenian daerah, seperti tari piring. Setiap tahun, kota ini juga mengadakan Sawahlunto International Music Festival (Simfest).

Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono mengatakan, telah banyak kota di Indonesia yang mengalami kerusakan dan krisis identitas. Padahal, seharusnya pengembangan kota mampu bersinergi dengan nilai-nilai budaya yang dimilikinya sejak dahulu.

Sawahlunto punya potensi sebagai tujuan pariwisata dunia. Tapi, masih banyak pembenahan yang harus dilakukan, termasuk salah satunya memperbanyak akses transportasi ke tempat ini. Saat ini dibutuhkan waktu sekitar tiga jam perjalanan darat dari Bandara Minangkabau ke Kota Sawahlunto. "Jalan juga harus diperbesar, selain transportasi harus bervariasi," kata Basuki.

Kementerian PU mendukung penuh setiap kota yang berkomitmen menjaga warisan budaya dengan program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Setiap kota yang lolos seleksi program ini akan difasilitasi untuk inventarisasi-dokumentasi aset pusaka, termasuk alam budaya ragawi, budaya nonragawi, serta saujana. Kementerian/Lembaga, akademisi, dan dunia usaha juga akan memfasilitasi untuk juga mendapatkan pengakuan warisan budaya dunia.

Sampai dengan 2014, tercatat 29 kota terpilih lolos seleksi dan menyandang predikat kota pusaka. Termasuk, Kota Banda Aceh, Kota sawahlunto, Semarang, Palembang, Kota Baubau, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Batang.

rep:meiliani fauziah ed: teguh firmansyah

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement