Senin 08 Sep 2014 12:00 WIB

Proyek Pelabuhan Cilamaya Diminta Digeser

Red:

JAKARTA — Indonesia National Shipsowners Association (INSA) meminta proyek Pelabuhan Cilamaya tetap diteruskan. Namun, lokasi proyek bisa digeser karena Pertamina menolak pembangunan proyek di lokasi rencana semula.

Ketua Umum Carmelita Hartoto mengatakan, pelaku logistik dan pelayaran sangat mendesak agar Cilamaya segera dibangun. Alasannya, Pelabuhan Tanjung Priok sudah tidak mendukung sistem logistik nasional yang efisien lagi. Meskipun dibangun pelabuhan baru di Kalibaru, dampak Tanjung Priok yang posisinya berada di tengah kota terhadap biaya logistik sangatlah besar.

Menurut Carmelita, selama ini sekitar 60 persen hingga 70 persen arus barang logistik nasional ditangani melalui Tanjung Priok. Dari potensi bisnis logistik yang mencapai Rp 1.400 triliun per tahun, sekitar Rp 500 triliun di antaranya berputar melalui gerbang utama Tanjung Priok.

"Solusinya, beban Priok harus dibagi dengan mempersiapkan pelabuhan pengganti atau pelabuhan yang lebih besar sekelas Tanjung Priok," kata Carmelita di Jakarta, akhir pekan lalu.

Atas kesadaran beban Tanjung Priok yang melebihi ambang batas, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menelurkan rencana proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya, beberapa waktu lalu. Pelabuhan Cilamaya termasuk ke dalam daftar proyek yang akan di-groundbreaking sebelum pemerintahan berganti.

Namun demikian, rencana proyek yang mengambil lokasi di Kabupaten Karawang, Kawa Barat, mendapatkan evaluasi dari Pertamina. Direktur Hulu Pertamina Muhamad Husen mengatakan, jika proyek Pelabuhan Cilamaya tetap dibangun di lokasi seperti yang direncanakan saat ini, akan mengakibatkan anjungan minyak lepas pantau milik PT Pertamina Hulu Energi harus pindah. "Tentunya hal itu akan membuat produksi terhenti," kata Husen.

Menurut Husen, terhentinya produksi migas di lapangan Blok Offshore North West Java (ONWJ) akan mengakibatkan produksi minyak turun drastis hingga 43 ribu barel per hari. Selain itu, pasokan gas ke PT PLN (Persero) untuk dua pembangkit, yakni PLTG Tanjung Priok dan PLTG Muara Karang juga bisa terhenti. Demikian halnya dengan pasokan gas untuk pupuk, khususnya ke PT Pupuk Kujang.

Pengamat ekonomi dari Indef, Enny Sri Hartati, menilai, produksi migas lapangan ONWJ yang sudah beroperasi harus diprioritaskan dan tidak boleh ditutup hanya karena ada rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya. "Pembangunan tidak boleh hanya menguntungkan satu sektor dan mematikan sektor lain," kata Enny.

Menurut Enny, rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya dikhawatirkan dapat mematikan produksi migas Blok ONWJ. Padahal, Blok ONWJ merupakan produsen minyak terbesar keempat serta gas terbesar ketujuh secara nasional.

"Proyek itu tidak seharusnya di Cilamaya karena ada potensi minyak. Itu yang seharusnya dikoordinasikan jauh-jauh hari," kata Enny.

Menurut dia, apabila pemerintah konsisten dengan rencana umum tata ruang dan wilayah (RTRW) yang dulu dikenal dengan rencana umum tata ruang (RUTR), tidak akan terjadi ego sektoral seperti kasus di Cilamaya.

Pengamat kebijakan publik Tjipta Lesmana menduga, rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya erat kaitannya dengan proyek pesanan negara tertentu. Alasannya, banyak pabrik otomotif kini dibangun di Karawang, khususnya di sekitar Cilamaya.

"Kan pelabuhan bisa digeser ke tempat lain. Kalau kandungan migas di perut bumi tidak bisa dipindah. Nggak bisa hanya demi kepentingan industri otomotif, migas dikalahkan," kata Tjipta yang juga akademisi Universitas Pelita Harapan (UPH).

Menurut dia, hal yang ironis apabila pemerintah hanya mementingkan pembangunan pelabuhan demi melayani para produsen otomotif, terutama yang memproduksi kendaraan murah.rep:aldian wahyu ramadhan/antara ed: eh ismail

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement