Jumat 10 Oct 2014 13:00 WIB

Industri Penting RI Dikuasai Asing

Red:

JAKARTA — Ketua Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia Bambang Ismawan menyatakan, sebanyak 60 persen industri penting dan strategis telah dikuasai investor asing.

"Sejumlah industri penting telah dikuasai asing, seperti perbankan, telekomunikasi, elektronika, asuransi, dan pasar modal, sehingga akan menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya manusia dan kesejahteraan masyarakat," kata Bambang di Jakarta, Rabu (8/10).

Bambang mencontohkan, saat ini investor asing menguasai saham operator seluler terbesar di Indonesia, PT Telkomsel, sebesar 35 persen, saham XL Axiata dikuasai asing 65 persen, Indosat 65 persen, dan Hutchison Tri 60 persen. Di sektor perbankan, sebanyak 50,6 persen aset bank nasional dimiliki asing, termasuk di dalamnya 12 bank swasta lainnya sahamnya didominasi asing, seperti CIMB Niaga yang dikuasai asing hingga 97,93 persen. "Seharusnya, pemerintah melindungi perusahaan strategis ini karena berdampak besar terhadap perkembangan ekonomi masyarakat," ujarnya.

Ia menambahkan, seharusnya dalam sistem perekonomian modern dan ekonomi kerakyatan itu bisa bekerja sama dan saling mengisi. Namun, kalau muncul perbedaan kepentingan dan terjadi konflik, sektor perekonomian rakyat akan tergusur. "Pola penetrasi dari sektor modern terhadap sektor perekonomian rakyat mengakibatkan kemiskinan rakyat. Masalahnya, pola penetrasi itu berlanjut sampai sekarang dengan cakupan yang lebih besar," kata Bambang.

Apalagi, menurut Bambang, ketidakberdayaan masyarakat saat ini dimaknai sebagai kemiskinan dan keterbelakangan. Ketidakberdayaan itu tecermin dari jumlah masyarakat yang masih tidak terjangkau pelayanan dasar, seperti kesehatan, pendidikan, dan sarana usaha, sehingga kualitas sumber daya manusia rendah, teknologi rendah, organisasi lemah, permodalan lemah, pendapatan mereka rendah, dan rentan terhadap berbagai penyakit.

Untuk itu, katanya, pemerintah harus segera intervensi terhadap industri strategis nasional. "Kebijakan dan intervensi ini untuk memastikan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dikuasai dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, mengatakan, penguasaan asing ini merupakan tanda bahaya (alarm). Padahal, sejak zaman  kemerdekaan, Indonesia memiliki undang-undang (UU) yang mengatur soal bumi, air, dan kekayaan alam lainnya dikuasai negara. "Akan tetapi, saat ini industri penting dan strategis kita  mayoritas dikuasai asing. Lantas, di mana peran UU tersebut?" ujarnya kepada Republika, Kamis (9/10).

Menurutnya, hal tersebut telah melanggar konstitusi. Kondisi ini, Asep melanjutkan, salah satunya disebabkan mandulnya hukum di Indonesia. Sehingga, asing dengan leluasa bisa mengusari semua sektor.  Termasuk industri penting, seperti industri migas, tambang, dan telekomunikasi.

Seharusnya, kata Asep, hukum yang ada bisa membatasi kondisi tersebut. Namun, pada kenyataannya tidak bisa. Karena itu, pemerintahan baru nanti harus bisa lebih tegas lagi. Terutama, dalam melindungi aset penting milik bangsa ini. "Kembalikan konstitusi seperti dulu," katanya.

rep:ita nina winarsih/antara ed: nidia zuraya

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement