Rabu 27 Apr 2016 16:00 WIB

Konsumen Cerdas, Indonesia Berjaya

Red:

Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa menjadi sasaran empuk pada masa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Apalagi, masyarakat Indonesia sangat konsumtif.

Sektor konsumsi bahkan memiliki kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) dengan persentase mencapai 55 persen. Kalau tidak ada perubahan perilaku konsumen, Indonesia hanya akan menjadi pasar pada era ini.

Akan tetapi, tingginya konsumsi domestik akan mendatangkan kejayaan apabila masyarakat Indonesia menjadi konsumen cerdas. Indonesia bukan hanya bisa berjaya di negeri sendiri, melainkan juga dalam persaingan global.

"Sektor konsumsi kita harus naik kelas. Harus berevolusi dari orientasi konsumsi yang sekadar berkonsumsi menjadi konsumsi cerdas," kata Menteri Perdagangan Thomas Lembong dalam acara perayaan puncak Hari Konsumen Nasional (Harkonas) 2016 di Jakarta, Selasa (26/4). Konsumen cerdas adalah konsumen yang memperhatikan mutu, keamanan, hingga standar produk dan jasa.

Selain itu, konsumen cerdas juga bermakna konsumen yang kritis dan berani memperjuangkan hak apabila produk dan jasa tidak sesuai dengan mutu atau standar. Sayangnya, kata Thomas, konsumen di Indonesia belum terlalu memperhatikan hal-hal tersebut.

Padahal, dengan menjadi konsumen cerdas, masyarakat dapat mendorong peningkatan kualitas dan daya saing produk dalam negeri. Ujung-ujungnya, juga dapat meningkatkan kinerja ekspor.

Thomas mencontohkan, negara-negara yang kinerja ekspornya bagus, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Jerman memiliki konsumen yang sangat "cerewet". Mereka begitu memperhatikan mutu, kualitas, dan daya tahan suatu produk.

Efeknya, tekanan dari konsumen atas mutu terhadap suatu barang memaksa produsen domestik menghasilkan produk berkualitas tinggi. "Barang berkualitas itu yang akhirnya dengan mudah dapat bersaing di tingkat global. Karena itu, konsumen punya peranan besar meningkatkan daya saing sektor produksi," ujarnya.

Masih rendahnya tingkat kesadaran dan pemahaman konsumen di Indonesia dapat terlihat dari Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK). Berdasarkan hasil pemetaan Kemendag, IKK Indonesia 2015 baru mencapai 34,17 dari nilai maksimal 100. Nilai ini jauh lebih rendah dari nilai IKK di 29 negara Eropa yang pada 2011 bahkan sudah mencapai 51,31.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Syahrul Mamma menjelaskan, nilai IKK 34,17 menunjukkan keberdayaan konsumen Indonesia berada pada level paham. Artinya, konsumen Indonesia sebenarnya sudah mengenali dan memahami hak dan kewajibannya, tetapi belum sepenuhnya menerapkan dan memperjuangkan haknya.

"Akibatnya, konsumen Indonesia menjadi sangat rentan dieksploitasi," kata Syahrul. Fakta lain yang menunjukkan konsumen Indonesia belum mampu memperjuangkan haknya, dapat dilihat dari perilaku konsumen dalam mengadu ketika terjadi masalah.

Dari satu juta penduduk Indonesia, jumlah pengaduan konsumen hanya sebesar 4,1. Jumlah ini jauh berbeda dengan di negara lain, seperti Korea Selatan, yang jumlah pengaduannya mencapai 64 pengaduan dari setiap satu juta penduduk.

Belum tingginya tingkat kepedulian konsumen itulah yang akhirnya membuat para pelaku usaha di Indonesia masih menomorduakan kualitas. Ini terbukti dengan masih banyaknya produk Indonesia yang belum ber-SNI (Standar Nasional Indonesia).

Ironisnya, jumlah produk Indonesia yang telah memiliki SNI masih kalah dari produk impor yang beredar di dalam negeri. Data Kemendag menyebutkan, produk buatan dalam negeri yang ber-SNI hanya mencapai 40 persen.

Sedangkan, produk impor sudah mencapai 60 persen. Padahal, tujuan dari penerapan SNI bukan hanya untuk melindungi konsumen, melainkan juga produsen nasional dari persaingan usaha tidak sehat. "Harkonas diharapkan jadi momentum meningkatkan kesetaraan antara konsumen dan pelaku usaha," kata Syahrul.   Oleh Satria Kartika Yudha, ed: Muhammad Iqbal

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement