Jumat 10 Jun 2016 15:00 WIB

Software Bajakan Rugikan Negara Rp 65,1 Triliun

Red:

TANGERANG --- Keberadaan software bajakan di pasar Indonesia telah menimbulkan potensi kerugian negara hingga Rp 65,1 triliun. Kerugian tersebut berdasarkan penghitungan kerugian dari beragam kasus pembajakan software dalam kurun waktu 2014 hingga saat ini.

Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Salmon Pardede mengungkapkan, sepanjang 2016 pihaknya telah menangani 33 kasus yang didominasi oleh kasus sengketa merek.

"Penyelidikan tahun ini sudah 33 kasus. Beragam kasusnya, ada HKI, merek, dan paten. Paling banyak pemalsuan merek dan sengketa merek. Sebagian sudah dilakukan tindakan represif di lapangan, sebagian menunggu BAP (berita acara pemeriksaan, Red) saksi, dan keterangan ahli," kata Salmon dalam acara Sosialisasi dan Edukasi Hak Cipta Software Komputer di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, Kamis (9/6).

Dia menegaskan, kampanye antipembajakan terhadap karya intelektual harus tetap dilakukan berkelanjutan karena sudah seperti peredaran narkoba. "Gampang dapat untung. Jadi, terus edukasi dan sosialisasi di semua tingkatan dari sekolah, masyarakat, dan pedagang. Kalau kita berhenti, negara terus dirugikan dan para kreator tidak mau berinovasi lagi karena karya mereka terus dibajak."

Salmon melanjutkan, Kementerian Hukum dan HAM telah bekerja sama dengan Bareskrim Mabes Polri, PT Angkasa Pura II, Masyarakat Indonesia Anti-Pemalusan (MIAP), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan pihak-pihak terkait lainnya. Kerja sama berupa sosialisasi, edukasi, bahkan tindakan represif terhadap peredaran barang palsu dan bajakan sejak 2013.

Pada 2014, kata Salmon, pihaknya juga sudah menyita barang palsu berupa VCD, DVD, dan software bajakan hingga 14 truk dari Glodok Plaza. Beberapa pekan lalu Kementerian Hukum dan HAM juga sudah memasang lagi spanduk di Glodok lantaran Glodok sudah ditetapkan sebagai notorious market.

Tidak hanya itu, tim juga sudah masuk ke ITC Manga Dua di tiga lokasi. Kemudian, beberapa hari lalu juga melakukan imbauan kepada pemilik mal di Lippo Karawaci.

Dalam acara yang bekerja sama dengan PT Angkasa Pura II dan Masyarakat Indonesia Anti-Pemalsuan (MIAP) tersebut, Nugraha (29 tahun), salah satu penumpang yang diperiksa barang bawaannya, mengaku baru pertama kali ini mengalami hal tersebut. Padahal, dia yang akan melakukan perjalanan menuju Singapura cukup sering melakukan perjalanan Jakarta-Singapura dengan periode sekitar dua bulan sekali.

Kegiatan pemeriksaan secara sukarela terhadap barang-barang tersebut juga pernah dilakukan pada 23 September 2013 dan 19 Maret 2014. Adapun untuk tahun ini pemeriksaan dilakukan di area Terminal 1 dan 2 Bandara Soekarno-Hatta.

Nugraha mengaku baru tahu barang yang dia beli adalah barang palsu saat diperiksa petugas.

"Karena saya bawa tas laptop, lalu saya ditanya dan dicek laptop saya. Ternyata tidak berlisensi, saya diedukasi bahwa yang berlisensi ada stiker hologramnya. Saya juga baru tahu itu, dulu saya main beli-beli saja," ujarnya di terminal 2 F Bandara Soekarno-Hatta

Pria yang berprofesi sebagai konsultan itu mengaku membeli laptopnya di mal Ambassador, Jakarta Selatan, pada 2013 silam. Dia mengaku tidak diberikan informasi apa pun mengenai keaslian produk laptop maupun perangkat lunak yang dipasang di dalam laptop tersebut oleh penjualnya. Namun, dia juga tidak menanyakan mengenai hal tersebut sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli.

Nugraha tidak merasa dirugikan dengan adanya pemeriksaan tersebut. Dia justru mengaku mendapatkan informasi baru mengenai keaslian produk IT yang selama ini dia gunakan.    c35, ed: EH Ismail

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement