YERUSSALEM -- Israel kecewa dengan sikap Pemerintah Amerika Serikat yang mendukung pemerintahan baru Palestina. AS seharusnya tak mendukung pemerintah tersebut karena di dalamnya terdapat kelompok Hamas.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, dia sangat terganggu dengan keputusan Amerika Serikat yang tetap menjaga hubungannya dengan Palestina. “Saya benar-benar terganggu dengan pengumuman dari Amerika Serikat yang menyatakan siap bekerja sama dengan pemerintahan Palestina yang didukung Hamas,” kata Netanyahu, Selasa (3/6).
Netanyahu meminta Washington agar menjelaskan kepada Presiden Palestinya Mahmoud Abbas kesepakatannya dengan Hamas tidak dapat diterima. “Semua yang ingin mencari perdamaian harus menolak persatuan Abbas dan Hamas,” katanya menambahkan. Selama ini, Israel memasukkan Hamas sebagai kelompok teroris.
Seperti dilansir Aljazirah, Israel merasa frustasi dengan dukungan internasional atas pemerintahan bersatu. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyambut baik formasi pemerintahan bersatu Palestina yang dipimpin Perdana Menteri Rami Hamdallah.
“PBB sejak awal menekankan butuhnya langkahnya untuk membentuk pemerintahan satu Palestina yang sejalan dengan resolusi yang ada saat ini,” kata juru bicara Ban Ki-moon, Stephane Dujarric, Selasa.
Uni Eropa (UE) pun turut mendukung Palestina. AS dan UE mengatakan, akan tetap menjaga hubungan dengan pemerintahan Palestina dan melanjutkan memberi dana bantuan dengan syarat mereka menolak kekerasan serta mengakui Israel.
Abbas sebelumnya juga mengatakan kabinet barunya berkomitmen terhadap prinsip-prinsip tersebut. “Kami menyambut baik deklarasi Presiden Abbas bahwa pemerintahan barunya berkomitmen untuk menjaga prinsip-prinsip two state solution berdasarkan perbatasan 1967 atas pengakuan keberadaan Israel,” kata UE dalam pernyataannya.
Menteri intelijen Israel menyatakan, pernyataan yang menyebutkan pemerintahan baru Palestina terdiri atas para teknokrat hanyalah suatu alasan untuk mempermudah kesepakatan diplomatis dengan Barat.
Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah mengatakan, pemerintahannya berkomitmen untuk melanjutkan semua kesepakatan yang sebelumnya telah dicapai dengan Israel. Ia juga menyatakan, akan tetap melanjutkan program perdamaiannya yang bertujuan membangun negara Palestina yang merdeka di samping Israel.
“Kami meminta komunitas internasional untuk segera mengakui pemerintahan dan melanjutkan dukungannya kepada upaya pemimpin politik Palestina agar pemerintahan dapat berjalan dan menghadapi semua tantangan politik, khususnya kebijakan Israel yang menghalangi stabilitas politik dan ekonomi di wilayah itu,” kata Hamdallah.
Kementerian Luar Negeri Palestina, Selasa, menilai, Perdana Menteri Netanyahu telah gagal mengisolasi pemerintahan persatuan ini dari internasional. Kemenlu mengatakan, Netanyahu menghadapi putaran pertama dari pertempuran dengan kepemimpinan Palestinan. “Pemerintah bersatu menang,” ujar Kemenlu, seperti dikutip Maannews.
Menurut Kemenlu, Netanyahu ingin Palestina terpisah. Dia ingin melemahkan kedudukan Palestina. “Dia menggunakan itu untuk melindungi sikap negatifnya terhadap hak-hak rakyat Palestina.”
Kabinet persatuan Palestina yang terdiri atas 17 anggota kabinet mengambil sumpah jabatan di kantor kepresidenan di Ramallah, Palestina, Senin (2/6). Pembentukan kabinet ini secara simbolis mengakhiri perpecahan Hamas dan Fatah yang berlangsung sejak 2007.
Pemerintahan Palestina terpecah menjadi dua setelah meletusnya konflik tujuh tahun lalu. Hamas memerintah di Jalur Gaza. Sementara, Fatah menguasai Tepi Barat. Juru Bicara Hamas Sami Abu Zuhri juga menyambut baik persatuan ini. “Kami menyambut pemerintahan nasional bersama ini yang mewakilkan semua rakyat Palestina,” ujar dia kepada AFP.
dessy suciati saputri/ap/reuters ed: teguh firmansyah
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook