Senin 16 Jun 2014 16:29 WIB

Ukraina Balas Separatis

Red:

KIEV --  Jatuhnya pesawat militer Ukraina  Ilyushin-76 oleh pemberontak pro-Rusia membuat Kiev geram. Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengancam akan membalas tindakan separatis.

''Semua yang terlibat dalam aksi terorisme ini harus dihukum,'' kata Presiden Ukraina Petro Poroshenko, Sabtu (14/6).  Akibat insiden tersebut, 49 tentara Ukraina tewas. Peristiwa ini menjadi pukulan telak bagi Poroshenko yang sedang menggencarkan operasi militer di kawasan sebelah timur.

Kejadian ini bermula ketika pesawat angkut militer Ilushin hendak mendarat di bandara dekat Kota Luhansk. Ketika mendekat, pesawat dihantam rudal antipesawat milik separatis. Luhansk merupakan salah satu pusat pergerakan pemberontak.

Poroshenko menyatakan Ahad (15/6) sebagai hari berkabung untuk sembilan awak dan 40 personel yang tewas. Dalam pernyataan terpisah, Poroshenko mengaku telah memanggil kepala keamanan Ukraina untuk berkonsultasi. Ia rencananya bertemu dengan pimpinan pejabat keamanan pada Senin (16/6).

Angkatan bersenjata akan dan terus menggencarkan operasi mereka di wilayah timur untuk mencegah perpecahan Ukraina. ''Demi perdamaian, kita akan bertindak tegas dan sesuai tujuan,'' kata dia.

Aljazirah melaporkan, militer Ukraina meluncurkan aksi balas dendam, Sabtu (14/6). Mereka meluncurkan serangan udara dengan menargetkan pos pemeriksaan pemberontak di Luhansk dan pangkalan militer Ukraina yang diambil alih separatis.

Ilyushin-76 hancur berkeping-keping. Puing-puingnya yang hangus terbakar tersebar ratusan meter di ladang gandum tempat pesawat jatuh dekat desa Novohannivka, 20 km sebelah tenggara Luhansk. Pasukan pemberontak tampak mengelilinginya untuk menjarah amunisi.

''Ini yang kami lakukan. Mereka kaum fasis bisa melakukan penguatan apa pun, tapi kami akan terus melakukan ini. Kami akan berbicara dengan cara kami sendiri,'' kata salah seorang pemberontak yang dipanggil Pyotr.

Ia membawa senapan di satu tangan dan sebuah senjata mesin di tangan lainnya. Sabuk berisi amunisi penuh melilit lehernya. Para separatis mengatakan, mereka mendapat stok senjata hasil menjarah dari militer Ukraina.

Ini bukan pertama kalinya pesawat atau helikopter Ukraina tertembak jatuh. Meski demikian melihat dari jumlah korban, ini merupakan yang terbesar sejak krisis pecah pada Februari lalu.  Beberapa pekan lalu, separatis menembak pesawat kargo militer. Peristiwa ini menewaskan tiga orang. Mereka juga menembak jatuh helikopter Mi-8 pada 29 Mei dan menewaskan 14 orang.

Kembali panas

Peristiwa ini memanaskan kembali hubungan Ukraina-Rusia yang sebelumnya sempat mencair. Begitu pula hubungan Barat dan Rusia. Sekutu Ukraina, terutama Amerika Serikat, menuduh Moskow mempersenjatai pasukan separatis.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan kepada Perdana Menteri Ukraina, Arseny Yatseniuk, melalui telepon, AS turut mengucapkan rasa belasungkawa atas kematian para prajurit.

''Kami mengutuk serangan terhadap pesawat militer Ukraina. Kami juga sangat sangat prihatin dengan situasi di Ukraina timur. Semakin jelas fakta bahwa kelompok-kelompok militan dan separatis telah menerima senjata berat dari Rusia, termasuk tank. Ini merupakan eskalasi yang signifikan,'' kata juru bicara Gedung Putih.

Kerry juga telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. Ia memperingatkan, AS dan mitra G7 bisa bertindak lebih jauh jika Rusia terbukti mempersenjatai separatis. Hingga saat ini, AS dan Uni Eropa telah menerapkan sanksi berupa larangan perjalanan dan pembekuan aset pada sejumlah pejabat Rusia.

Dalam komunikasi itu, Lavrov meminta AS menggunakan pengaruhnya terhadap Ukraina untuk mengakhiri operasi militer di wilayah timru. Di Kiev, demonstran melempari kedutaan Rusia dengan telur dan merobek bendera Rusia. Mereka menuduh Rusia berada di balik penyerangan pesawat militer tersebut. Selain Washington yang mengutuk serangan, Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Francois Hollande juga menyatakan kecewa atas serangan.  Presiden Rusia Vladimir Putin menyangkal Moskow berada di belakang pemberontakan.

Rusia geram

Rusia mengecam serangan terhadap kantor Kedutaan Besar (kedubes) negara itu di Kiev, Ukraina. Serangan yang terjadi di depan kantor kedubes Rusia dilakukan, Sabtu (14/6).

Para demonstran pro-Ukraina datang ke kantor kedubes Rusia di Kiev dan melakukan sejumlah aksi protes dengan kekerasan.

Mereka memecahkan kaca jendela dan menurunkan bendera Rusia di kantor tersebut. Tidak hanya itu, pengunjuk rasa juga membalikan sebuah mobil yang diletakan di depan kantor kedubes Rusia.

Rusia menuding kepolisian Ukraina sengaja membiarkan kekacauan itu terjadi. Kepolisian Ukraina dinilai tidak melakukan tindakan apapun untuk menghentikan serangan.

Rusia mengecam tindakan Ukraina sebagai pelanggaran berat terhadap kewajiban internasional suatu negara.

rep:lida puspaningtyas/ap/reuters ed: teguh firmansyah

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement