BAGHDAD — Pemerintah Amerika Serikat secara resmi mengonfirmasi permintaan Irak supaya Paman Sam melancarkan serangan udara ke pemberontak Negara Islam Irak dan Suriah. Kepala Staf Gabungan Militer AS Jenderal Dempsey membenarkan hal tersebut ketika berbicara di depan anggota Senat, Rabu (18/6).
Kendati begitu, dia tidak memberikan jawaban langsung ketika ditanya apakah dewan Washington akan menyetujuinya atau tidak. "Kami mendapatkan permintaan dari Pemerintah Irak untuk menggunakan kekuatan udara," kata Dempsey pada sidang Senat di Washington. "Ini merupakan kepentingan keamanan nasional kita untuk mengalahkan ISIS."
Sebelumnya, laporan mengenai permintaan Irak tersebut telah dibocorkan New York Times. Namun, sejak kabar itu bocor, hingga saat ini belum ada sikap tegas dari Gedung Putih. AS dilaporkan masih mempertimbangkan permintaan tersebut sebelum bergerak lebih jauh.
Presiden AS Barack Obama menyatakan segala opsi terbuka. Meski Paman Sam tidak akan menggunakan cara yang sama ketika menyerang Irak pada 2003. Menteri Luar Negeri AS John Kerry, dalam wawancara dengan NBC yang disiarkan, Kamis (19/6), mengatakan, AS masih membuka semua opsi di Irak. Namun, dia belum bisa menjelaskan keputusan AS secara resmi. "Yang kami fokuskan bukan PM Maliki, melainkan rakyat Irak."
Pejabat Amerika Serikat mengatakan, permintaan Irak ini meliputi serangan udara dan pengintaian dengan menggunakan pesawat tanpa awak (drone). Di Jeddah, Arab Saudi, Menteri Luar Negeri Irak Hoshyar Zebari mengaku Baghdad telah meminta bantuan serangan udara untuk melawan ISIS.
Menurut sumber keamanan, pemerintah secara diam-diam telah membahas dengan Kongres terkait rencana pendanaan intelijen untuk membiayai perluasan operasi AS di Irak.
Obama pun saat ini tengah menghadapi tekanan dari anggota parlemen AS untuk membujuk agar Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki mengundurkan diri. Pasalnya, ia dinilai telah gagal menghadapi para pemberontak yang mengancam Irak.
Anggota senior Senat dari Partai Republik Mitch McConnel mengatakan, Obama telah mengatakan kepada pemimpin Kongres, dia tidak membutuhkan persetujuan dewan untuk melakukan tindakan di Irak.
Setelah menguasai Kota Mosul dan Tikrit, utara Irak, pemberontak radikal Suni, ISIS, terus melancarkan serangannya ke wilayah strategis di wilayah tersebut. Target utama mereka adalah menguasai Baghdad.
Namun, usaha ini sepertinya tak mudah. Pemerintah Irak telah mendapat bantuan dari milisi dan warga Syiah. Iran yang juga berhaluan Syiah pun siap membantu Irak untuk menghalau radikal Suni.
Irak sebelumnya menuduh keterlibatan Arab Saudi dalam konflik tersebut. Saudi dituding memberikan sokongan dana bagi militan. Tetapi, Saudi membantahnya.
Perebutan kilang minyak
Pada Kamis (19/6), pertempuran antara pasukan Irak dan pemberontak ISIS masih berlangsung di Baiji. Mereka memperebutkan kilang minyak terbesar di negara itu.
Sehari sebelumnya, sejumlah saksi mengatakan, ISIS telah berhasil menguasai tiga perempat kilang minyak Baiki di utara Baghdad.
"Para militan telah masuk ke dalam kilang minyak. Sekarang mereka mengendalikan produksi minyak, gedung administrasi, serta empat menara pengawas. Mereka menguasai 75 persen kilang minyak," kata juru bicara fasilitas kilang minyak.
Meskipun begitu, pemerintah membantah kilang minyak telah jatuh ke tangan pemberontak. Juru bicara kontraterorisme Sabah Nouri tetap bersikukuh pasukan militer masih mengendalikan wilayah tersebut dan telah membunuh 50 hingga 60 milisi.
"Kami saat ini telah memulai serangan balik dan berhasil mengambil alih dan melawan pemberontak," kata Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki.
Letnan Jenderal Qassim al-Moussawi, juru bicara kepala militer, mengatakan, pasukan Pemerintah Irak telah berhasil memukul mundur pemberontak di kilang minyak di Beiji. reuters ed :teguh firmansyah