BEIJING -- Kanselir Jerman Angela Merkel menganggap, laporan tentang pria Jerman yang bekerja sebagai agen ganda untuk intelijen Amerika Serikat adalah masalah serius. Jika informasi benar maka hal ini sangat berkontradiksi dengan kerja sama antarkedua negara.
Pernyataannya ini disampaikan Merkel dalam kunjungannya ke Beijing, Cina, Senin (7/7). "Jika benar maka jelas ini bertentangan dengan sikap saling percaya kerja sama," ujarnya.
Sejauh ini, Gedung Putih dan Kementerian Luar Negeri menolak menanggapi penahanan agen intelijen luar negeri Jerman yang berusia 31 tahun itu.
Berdasarkan sumber intelijen dan politik, pria tersebut mengaku, telah memberikan dokumen penting ke koneksi Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier pun meminta klarifikasi Washington atas laporan tersebut.
"Jika laporan itu betul maka kita tidak membicarakan hal yang sepele," kata Frank-Walter Steinmeier dalam kunjungannya ke Mongolia. Dia menambahkan, desakan klarifikasi atas masalah itu merupakan kepentingan Amerika Serikat.
Reaksi terkeras sejauh ini berasal dari Presiden Jerman Joachim Gauck. "Jika tuduhan mata-mata telah dikonfirmasi maka harus ada yang mengatakan sudah cukup," katanya.
Sebelumnya, Duta Besar AS untuk Jerman John B Emerson mengumpulkan pejabat menteri luar negeri Jerman untuk membahas penahanan agen intelijen luar negeri Jerman (BND) yang mengaku telah menjadi mata-mata untuk Amerika Serikat.
Tabloid Jerman Bild melaporkan, pria tersebut telah menjadi agen ganda selama dua tahun. Selama itu, ia menukarkan dokumen rahasia senilai 34.100 dolar AS. Angela Merkel pada pekan lalu juga menyatakan keterjutannya dan kekecewannya atas kemungkinan keterlibatan intelijen AS dalam skandal spionase BND.
Ini bukan pertama kali kasus dugaan spionase yang dilakukan AS terhadap Jerman. Pada Oktober lalu, Merkel tampak murka setelah mengetahui ia dimata-matai badan keamanan nasional AS (NSA) sejak 2012. Ia mengatakan, tindakan tersebut tak dapat diterima.
Komite parlemen Jerman pun telah memeriksa aktivititas NSA di Jerman. Ironisnya, hasil dari pemeriksaan kegiatan intelijen NSA itu diduga merupakan bagian dari dokumen yang dicuri tersangka agen ganda.
"Jika tuduhan spionase dikonfirmasi, hal ini akan menjadi serangan yang sangat keterlaluan di dalam kebebasan parlemen kami," kata Thomas Oppermann, pemimpin parlemen partai SPD.
Partai oposisi pun menyerukan perlunya untuk berhati-hati dalam kerja sama dengan agen intelijen luar negeri pada masa mendatang. "Semua kerja sama dengan otoritas keamanan Jerman perlu dikaji kembali," kata pemimpin Partai Green Katrin Göring-Eckardt.
Oposisi menganggap Merkel terlalu lemah. Mereka berulang kali menyalahkannya karena menganggap bocornya mata-mata global NSA dengan enteng. "Ini merupakan akibat dari kemunafikan Merkel," kata ketua Partai sayap kiri Katja Kipping.
Cina Serang Jepang
Pada saat kunjungan Merkel ke Cina, Perdana Menteri Cina Li Keqiang justru menyudutkan Jepang. Li menegaskan, kemarin merupakan peringatan ke-77 insiden Jembatan Marco Polo yang menandai invasi Jepang ke Cina. Dia meminta warga Cina untuk selalu mengingat hal tersebut.
Pada hari perayaan itu, Cina juga memublikasikan tentang laporan kejahatan perang yang dilakukan pejabat militer Jepang Tsutomu Nagashima. Nagashima yang terlibat pertempuran pada 1942 sampai 1945 mengaku terlibat dalam pembunhan 1.660 tentara anti-Jepang dan 970 sipil.
Cina meningkatkan tekanannya ke Jepang setelah terpilihnya politikus konservatif Shinzo Abe sebagai perdana menteri Negara Matahari terbit itu.
Secara terpisah, Kepala badan intelijen Jerman Hans-Georg Maassen memperingatkan sejumlah perusahaan besar di Eropa menghadapi ancaman spionase industri oleh instansi Pemerintah Cina. "Banyak perusahaan Jerman Mittelstand menjadi sasaran yang mudah," kata Hans-Georg Maassen.
Perdagangan antara Jerman dan Cina pun tercatat senilai 140 miliar euro tiap tahunnya. Sementara, Beijing membantah tuduhan Amerika Serikat bahwa mereka telah menggunakan spionase siber untuk mendapatkan informasi teknologi militer. rep:dessy suciati saputri/reuters ed: teguh firmansyah