BANGKOK – Pemimpin kudeta militer Jenderal Prayuth Chan-ocha (60 tahun) dipilih parlemen sebagai perdana menteri Thailand, Kamis (21/8). Ini memberikan jalan bagi Prayuth untuk membentuk pemerintahan interim dalam beberapa pekan mendatang.
Prayuth menjamin adanya reformasi politik dalam setahun ke depan. Lalu, ia mengantarkan Thailand menuju pemilu pada akhir 2015. Militer melakukan kudeta pada 22 Mei lalu menyusul enam bulan aksi massa menentang pemerintahan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.
Tugas utama Prayuth memang menggerakkan reformasi politik dalam pengawasan militer. Sebenarnya, ia akan pensiun sebagai kepala angkatan bersenjata pada September. Namun kini ia akan tetap menjadi pemimpin junta militer.
Pemilihan atas dirinya nanti harus memperoleh persetujuan Raja Bhumibol Adulyadej. Terpilihnya Prayuth sebenarnya tak mengejutkan mengingat parlemen atau Dewan Legislatif Nasional (NLA) didominasi figur militer dan polisi. Seluruh anggota, 197 orang memilih Prayuth.
Prayuth yang tak hadir dalam pemungutan suara di NLA, menegaskan akan menyerahkan kekuasaan ketika peta jalan rekonsiliasi tercapai. Termasuk penyelenggaraan pemilu. Pada saat pemilihan, ia berada di kamp militer, Provinsi Chonburi menginspeksi pasukan.
Saat ditanya apakah dia mendengar telah dipilh menjadi perdana menteri, ia menyatakan,’’Saya tidak tahu. Tapi pertama, saya ingin negara ini terus bergerak.’’ Sejak melancarkan kudeta, Prayuth telah menunjukkan tanda-tanda otoritarianisme.
Rancangan anggaran fiskal 2015 telah disetujui NLA pada Senin dengan suara bulat dengan hanya tiga suara abstain. "Tidak ada masalah. Tidak ada yang tidak setuju," kata Prayuth setelah pemungutan suara rancangan anggaran.
Dikenal sebagai seorang pemimpin yang vokal, Prayuth menjadi komandan yang mengawasi Bangkok pada 2006. Dia menjadi panglima militer tertinggi pada 2010. Setelah terjadi kudeta, Australia, AS, dan Uni Eropa menurunkan hubungan diplomatic dengan Thailand.
Barat juga memandang terpilihnya Prayuth sebagai perdana menteri tak banyak mengubah keadaan. ‘’Jabatan perdana menteri hanya perubahan kosmetik dan nominasi yang tidak terduga,’’ ungkap seorang diplomat Barat.
Prayuth adalah seorang prajurit, bukan politikus yang terpilih secara demokratis. Negara-negara Barat akan terus menekan Thailand untuk menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil. ‘’Sekarang, kita lebih peduli tentang catatan hak asasi manusia di Thailand.’’ rep:ani nursalikah/ap/reuters ed: ferry kisihandi