Selasa 02 Sep 2014 16:30 WIB

Liberia Ketat Batasi Ebola

Red:

Liberia terus berusaha menghambat penyebaran ebola. Presiden Ellen Johnson Sirleaf, Senin (1/9), memerintahkan sebagian besar pegawai negeri untuk tetap bertahan di rumah. Paling tidak, untuk sebulan ke depan. Ia berjanji, meski tak bekerja, gaji mereka tetap dibayarkan.

Bukan kali ini saja ia mengurangi intensitas interaksi untuk mengurangi risiko infeksi ebola. Ia juga meliburkan sekolah-sekolah negeri. Menurut dia, sekolah tempat berkumpulnya banyak orang. Di situ, ada kemungkinan terjadi penyebaran ebola.

Pada pertengahan Agustus lalu Sirleaf mengarantina permukiman kumuh di West Point, Monrovia. Ini merupakan reaksi atas pejarahan yang terjadi pada pusat karantina di sana. Banyak barang yang dipakai pasien ebola dijarah dan keluar dari pusat karantina.

Inilah kemudian yang membuatnya memutuskan mengarantina warga di permukiman itu. Jam malam juga diberlakukan. Tapi, pada Ahad (31/8) Liberia akhirnya memutuskan untuk tak lagi mengisolasi warga West Point. Warga menari dan menyanyi menyambut keputusan itu.

Liberia menjadi negara yang paling banyak terjangkiti ebola. Kasus kematian akibat ebola juga tinggi. Negara lainnya adalah Sierra Leone, Guinea, Nigeria. Senegal merupakan negara yang belakangan ini mengonfirmasi terjadinya kasus ebola.

Karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, mengatasi ebola di Senegal menjadi prioritas utama. Senegal butuh dukungan dan perlengkapan untuk menangani ebola. Harus ada perlengkapan memadai bagi pekerja kesehatan.

"Kebutuhan tersebut akan dipenuhi sesegera mungkin,’’ demikian pernyataan WHO. 

Pemerintah Senegal masih terus melacak orang-orang yang melakukan kontak dengan mahasiswa asal Guinea positif terinfeksi virus ebola. Ia bepergian ke Senegal. Dan, Senegal mengonfirmasi, mahasiswa 21 tahun tersebut postif ebola, Jumat pekan lalu.

Menteri Kesehatan Awa Marie Coll Seck mengatakan, mahasiswa itu muncul di sebuah rumah sakit di Dakar pada 26 Agustus. Pada hari berikutnya, tim pengawas epidemi di Guinea mengingatkan Senegal bahwa mereka kehilangan jejak orang yang dipantau selama tiga pekan.

Pemerintah Guinea menduga, orang tersebut telah menyeberang ke Senegal. Menurut WHO, mahasiswa itu tiba di Dakar melalui jalan darat pada 20 Agustus dan tinggal bersama kerabatnya di pinggiran kota. Pada 23 Agustus dia mendatangi pusat kesehatan.

Saat itu, ia demam, diare, dan muntah yang menunjukkan gejala ebola. Dokter mendiagnosis malaria. Dia dirawat jalan hingga akhirnya muncul di rumah sakit pada 26 Agustus. "Meski masih penyelidikan awal, mahasiswa tak bepergian ke tempat lain,’’ ujar WHO.

Ebola di Senegal semakin menyulitkan. Negara tersebut telah menutup perbatasan dengan Guinea dan menunda perjalanan udara dan air dari Sierra Leone dan Liberia. Di Dakar, sebuah apotek membatasi pembelian pembersih tangan hanya satu botol kecil per orang.

Bahkan, kini ebola dilaporkan menyebar ke Swedia. Pemerintah Swedia melaporkan dugaan kasus ebola pertama. Pasien tersebut dikarantina di Karolinska University Hospital di Stockholm setelah mengalami demam tinggi pada Ahad malam. rep:ani nursalikah/ap/reuters ed: ferry kisihandi

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement