Masih terdengar suara ledakan di sana sini.
KIEV -Gencatan senjata antara Ukraina dan pemberontak pendukung Rusia telah berlaku sejak Jumat (5/9) pagi. Kedua belah pihak setuju menandatangani kesepakatan mengakhiri pertempuran di wilayah timur negara tersebut.
Dilansir dari Aljazeera, saat gencatan senjata baru saja berlaku, sejumlah laporan menyebutkan adanya tiga ledakan di utara Donetsk. Namun, baku tembak sudah berhenti.
Presiden Ukraina Petro Poroshenko telah meminta pasukannya untuk melakukan gencatan senjata pada pukul enam sore waktu setempat. Perintah ini disampaikan menyusul ditandatanganinya kesepakatan yang juga dihadiri oleh Ukraina, Rusia, para pemberontak, dan anggota OSCE di Minsk, Belarus. "Saya meminta kepala militer Ukraina untuk menghentikan baku tembak mulai pukul enam sore," katanya dalam pernyataan resmi melalui website-nya.
Para pemberontak yang turut hadir dalam kesepakatan tersebut, yakni pemimpin Donetsk dan Luhansk, termasuk Alexander Zakharchenko, perdana menteri yang ditunjuk di Donetsk.
Kepala NATO Anders Fogh Rasmussen menyambut baik kesepakatan gencatan senjata ini. "Langkah penting selanjutnya, yaitu melaksanakannya, tetapi sejauh ini kondisinya baik," katanya. Ia pun berharap langkah ini sebagai langkah awal membangun proses politik.
Dukungan AS dan Uni Eropa
Selain itu, Perdana Menteri Ukraina Arseniy Yatsenyuk juga meminta AS dan Uni Eropa sebagai penjamin gencatan senjata.
"Langkah ini harus didukung oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Kami tidak akan berhubungan dengan Rusia sendiri, kami butuh jaminan," ujarnya.
Dari Washington, Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan rekannya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, telah mendesak penyelesaian politik bagi krisis di Ukraina, saat keduanya menghadiri KTT NATO di Newport, Wales, Sabtu (6/9).
"Mereka membahas perlunya mendesak tekanan efektif dan diplomasi, ditujukan untuk mengakhiri konflik di Ukraina dan Libya," kata pernyataan Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Caitlin Hayden, seperti dilansir Antara.
Obama dan Erdogan juga membahas bagaimana bekerja sama dalam perjuangan melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)yang kini lebih dikenal Negara Islam (IS) dan ekstremisme kekerasan di Irak dan Suriah, serta upaya memperkuat langkah-langkah terhadap pejuang asing yang transit ke dan dari medan perang.
KTT NATO di Wales berakhir Jumat sore dengan para anggota aliansi membuat pernyataan yang kuat tentang rencana untuk meningkatkan kesiapan militer, tanggap, dan komitmen terhadap Pasal 5 prinsip pertahanan kolektif.
Ada juga keputusan untuk anggota guna menghimpun dana 15 juta euro untuk Ukraina yang bertujuan dukungan ekonomi dan militer.
Sekutu tidak dapat menyepakati cara pendekatan Rusia pada periode mendatang meski sudah disepakati bahwa sanksi-sanksi lebih lanjut terhadap Rusia akan berlangsung beberapa waktu pada masa depan.
Untuk menambah kekuatan NATO, Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan, bentuk komitmen Inggris, yakni dengan siap mengirimkan 3.500 tentaranya untuk pasukan NATO, seperti dilansir Press TV, Jumat (5/9).
Hal ini merupakan upaya dari respons cepat Inggris di tengah krisis di Ukraina dan kelompok ISIS di Suriah dan Irak. Pernya taan tersebut disampaikan oleh Cameron pada hari terakhir pertemuan puncak NATO yang diselenggarakan di Welsh dan Newport.
"Jika disetujui maka Inggris akan memberikan kontribusi dengan mengirimkan 3.500 personel militer untuk NATO," ujar Cameron.
Dikabarkan, perdana menteri Inggris menginginkan adanya kekuatan untuk menjadi ujung tombak pertahanan dunia dalam waktu dekat. Kekuatan ini akan menjadi bagian dari pasukan NATO yang direformasi dan akan memiliki kantor pusat di Polandia.
Menurut laporan, pasukan ini bertujuan untuk menyakinkan anggota NATO dan negara Baltik yang telah menyatakan keprihatinan terkait potensi ancaman militer Rusia di Ukraina.
`Hadiah'Sanksi untuk Rusia
BRUSSEL -Untuk Rusia yang dianggap bandel lantaran berkukuh meng gempur Ukraina, Uni Eropa siap memberlakukan sejumlah sanksi ekonomi baru bagi Negeri Beruang Merah itu, Jumat (5/9). Sanksi tersebut termasuk di antaranya pembatasan pinjaman bagi badan usaha milik Moskow, seperti perusahaan minyak Rosneft dan anak perusahaan raksasa energi Gazprom.
Meskipun demikian, Uni Eropa membuka kemungkinan untuk mencabut sanksi-sanksi tersebut jika Moskow bersedia untuk menarik pasukannya dari Ukraina dan mematuhi kesepakatan gencatan senjata.
Selain membatasi pinjaman, Uni Eropa juga membekukan aset milik 24 warga Rusia yang berada di negara anggota sekaligus melarang mereka memasuki wilayah Eropa. "Para duta besar menyikapi sejumlah sanksi bagi individu dan sejumlah sektor ekonomi Rusia mulai Senin. Rusia harus menaati gencatan senjata jika menginginkan pencabutan sanksi," kata seorang diplomat senior Uni Eropa yang mengikuti perundingan kepada Reuters.
Sebelumnya, para diplomat sempat merundingkan kemungkinan penundaan sanksi sampai satu pekan untuk mem beri waktu bagi Presiden Rusia Vladimir Putin menyelesaikan konflik dengan Ukraina. Namun, opsi tersebut kemudian ditinggalkan.
Di sisi lain, Pemerintah Ukraina dan kelompok separatis pro-Rusia menyepakati gencatan senjata pada Jumat dalam perundingan di Minsk. Namun de mikian, Kanselir Jerman Angela Merkel menga takan kesepakatan itu tidak cukup untuk menghentikan sanksi bagi Moskow.
Merkel menegaskan Uni Eropa harus mengawasi implementasi gencatan senjata tersebut--termasuk di antaranya penarikan tentara Rusia dan pembentukan zona penyangga. "Oleh karena itu, sanksi-sanksi tersebut harus tetap di berlakukan namun dengan pertimbangan akan dicabut jika proses gencatan senjata benar-benar dipatuhi," ujar Merkel.
Pada Maret lalu, Uni Eropa dan Amerika Serikat juga sempat memberlakukan sanksi bagi Rusia terkait Krime.Sanksi itu kemudian diperberat setelah Moskow diduga secara tidak langsung mendukung gerakan separatis pro-Rusia di Ukraina timur.
Sanksi terbaru pada September ini diberlakukan setelah Uni Eropa menuduh Rusia mengirim sejumlah tentara ke Ukraina untuk membantu gerakan separatis.
rep:dessy suciati saputri/c64, ed:endah hapsari