Senin 08 Sep 2014 12:00 WIB

Sierra Leone Karantina Warga

Red:

FREETOWN – Pemerintah Sierra Leone memutuskan mengarantina warganya selama tiga hari. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 19 hingga 21 September. Mereka harus tetap berada di rumah sebelum masa karantina berakhir.

Bulan lalu, Libera memberlakukan hal sama. Mereka mengarantina sebuah kawasan kumuh West Point, Monrovia. Hingga kini, lebih dari 2.000 orang di Afrika Barat meninggal akibat ebola. Sebanyak 400 lebih di antaranya adalah warga Sierra Leone.

Juru Bicara Pemerintah Sierra Leone Abdulai Bayraytay menyatakan, tanggal tersebut dipilih untuk memberikan warga kesempatan menyiapkan diri. "Ada waktu cukup untuk menyetok makanan dan kebutuhan lain sebelum larangan keluar rumah berlaku efektif," katanya, Sabtu (6/9).

Wakil Menteri Informasi Theo Nichol menyatakan, tiga hari selama karantina memudahkan pekerja kesehatan melacak kasus ebola dari pintu ke pintu. Masa karantina mungkin saja diperpanjang kalau memang diperlukan.

Warga diminta mematuhi keputusan pemerintah. "Kalian mengikuti atau melanggar hukum. Jika mengabaikan kebijakan ini berarti warga mengabaikan presiden,’’ ujar Juru Bicara Kementerian Kesehatan Sidie Yahya Tunis, seperti dikutip BBC.

Namun, pelarangan warga keluar rumah secara ketat akan melahirkan isu soal hak asasi manusia. Di sisi lain, ada potensi muncul aksi massa karena warga menolaknya. Peristiwa yang sama pernah terjadi saat karantina terhadap warga West Point.

Menteri Informasi Sierra Leone Alpha Kanu mengakui ini langkah luar biasa. Bisa jadi, kebijakan Sierra Leone menimbulkan ketidaknyamanan. Tapi, pemerintah perlu melakukannya untuk menghambat meluasnya penyebaran ebola.

Kanu meminta warga menyiapkan bahan makanan secukupnya. ’’Kita melakukannya selama perang,’’ kata Kanu. Pada Jumat (5/9) seorang dokter mengungkapkan, pusat layanan kesehatan di ibu kota negara, Freetown tak berfungsi.

Banyak warga yang takut pergi ke rumah sakit. Sejumlah dokter pun dihinggapi kekhawatiran merawat pasien. Lembaga amal Medicins Sans Froontiers (MSF) menyatakan, keputusan Sierra Leone tak membantu meredam ebola.

Larangan agar warga tak keluar rumah justru menghancurkan kepercayaan antara dokter dan warga. Lalu, penyebaran virus akan semakin luas. "Pengalaman kami menunjukkan, karantina tak akan efektif,’’ demikian pernyataan MSF.

Pelacakan kasus ebola dari rumah ke rumah, jelas MSF, juga tak mudah. Butuh keahlian tingkat tinggi untuk menjalankan pemeriksaan semacam itu. Meski nantinya kasus ebola terlacak masalah lain yang lebih krusial masih belum terselesaikan.

Saat ini, Sierra Leone kekurangan pusat perawatan pasien ebola. Tak ada pula peralatan memadai untuk memindahkan pasien dari rumanya ke pusat perawatan. MSF menegaskan kembali pentingnya tim sipil dan militer yang ahli dalam bencana biologis.

Kemampuan mereka mereka, yakni mampu mengatasi merebaknya ebola. "Bagi kami, tim tersebut merupakan harapan terbaik untuk mengendalikan wabah ebola yang mematikan,’’ ujar MSF dalam pernyataannya.

Kasus ebola pertama kali ditemukan di Guinea pada Maret 2014. Lalu, ebola menyebar ke Liberia dan Sierra Leone. Kasus ebola juga muncul di Nigeria dan Senegal. Selama enam bulan lebih, pemerintah di negara-negara itu masih belum mampu menghentikan ebola. 

Organisasi Kesehatan Dunia mengingatkan, diperkirakan hingga 20 ribu orang terkena ebola. Selain itu, dibutuhkan 490 juta dolar AS untuk menghentikan wabah ebola. Sayangnya, dukungan dana asing sangat lamban. rep:gita amanda/ap/reuters ed: ferry kisihandi

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement