Jumat 12 Sep 2014 14:00 WIB

Israel Selidiki Kejahatan Perang

Red:

TEL AVIV — Israel memutuskan melakukan penyelidikan sendiri terkait jatuhnya korban sipil di perang Gaza, Rabu (10/9). Penyelidikan mencakup kasus pembunuhan anak-anak Palestina di pantai Gaza dan pengeboman di sebuah sekolah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Kasus pertama terkait serangan pada 16 Juli 2014. Ini terjadi di pantai bagian barat Gaza City, menewaskan empat anak-anak dan sepupu mereka. Umurnya berkisar sembilan hingga 11 tahun. Kasus kedua adalah gempuran pada sekolah PBB di Beit Hanoun, Gaza utara, pada 24 Juli.

Sekolah itu sarat pengungsi yang saat itu mencari perlindungan. Insiden ini menewaskan 14 warga sipil Palestina. Penyelidikan Israel ini bertujuan keterlibatan tim internasional menyelidiki kasus itu. Lebih dari 2.100 warga Palestina dalam serangan ke Gaza.

Sedangkan, tembakan roket Hamas menyebabkan 66 tentara Israel dan enam warga sipil tewas. Israel selalu menyatakan tak menghendaki jatuhnya korban warga sipil. Namun, banyaknya korban memicu kecaman internasional.

Insiden di pantai dan sekolah yang akan diselidiki Israel memperoleh perhatian khusus. Kepala Militer Israel Letjen Benny Gantz telah memerintahkan pembentukan komite. Hasilnya, mereka memiliki 12 kasus dalam kajian. Puluhan lainnya masih dalam proses.

Sampai sekarang 12 kasus itu telah sampai ke pimpinan tinggi militer. Dan, dua kasus yang disebut di atas menjadi yang pertama untuk diselidiki. "Penyelidikan tujuh kasus berlangsung tertutup dan tiga lainnya masih menunggu keputusan," kata Gantz.

Beberapa waktu lalu, Dewan HAM PBB membuat komite penyelidikan. Mereka mendapatkan tugas mengkaji serangan Israel ke Gaza yang berlangsung 50 hari. Setelah operasi militer Israel ke Gaza pada 2009, PBB pernah mengutus tim investigasi.

Tim menemukan bukti kuat, Israel dan Hamas melakukan kejahatan perang. Israel menolak bekerja sama dengan tim Goldstone. Juru Bicara United Nations Relief and Works Agency for Palestinian Refugees (UNRWA) Chris Gunnes menyatakan akan memantau penyelidikan ini.

Human Rights Watch (HRW) merilis hasil penyelidikan mereka pada Kamis (11/9). Serangan Israel terhadap sekolah UNRWA di Beit Hanoun melanggar hukum internasional. Warga sipil menjadi korban dan penyelidikan lebih lanjut perlu digelar.

Laporan dua lembaga HAM Israel mengungkapkan, penegakan hukum di lingkungan militer Israel gagal. "Dengan demikian, mereka tak akan melakukan penyelidikan dengan efektif," kata Direktur Eksekutif Yesh Din Neta Patrick.

Secara terpisah, salah satu pimpinan Hamas, Mussa Abu Marzuk, menyatakan, pembicaraan tak langsung dengan Israel akan kembali berjalan pada pertengahan September. Pembicaraan ini untuk menguatkan gencatan senjata antara Hamas dan Israel.

"Mesir akan mengonfirmasi tanggalnya," kata Marzuk seperti dikutip laman berita Al-Arabiya, Kamis (11/9). Setelah 50 hari melakukan serangan ke Gaza, Israel menghentikannya pada 26 Agustus. Lalu, kedua belah pihak sepakat menerapkan gencatan senjata.

Pertemuan di Kairo, Mesir, pada pertengahan September membahas sejumlah isu utama. Di antaranya, permintaan Hamas untuk memiliki bandara dan pelabuhan dan pertukaran tahanan. Di sisi lain, Israel mendesak perlucutan senjata terhadap Hamas.

Seorang pejabat senior Mesir mengungkapkan, belum ada tanggal pasti pelaksanaan perundingan damai itu. rep:c91/ap/reuters ed: ferry kisihandi

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement