Senin 15 Sep 2014 15:30 WIB

Cina Kehilangan Kredibilitas

Red:

HONG KONG – Aktivis prodemokrasi Hong Kong kembali melakukan perlawanan terhadap Cina, Ahad (14/9). Lebih dari seribu orang berpakaian hitam turun ke jalan. Mereka mengusung spanduk berisi kemarahan dan perasaan dikhinati Cina.

Cina menolak berjalannya pemilu demokratis di Hong Kong pada 2017. Semula mereka berharap calon kepala eksekutif Hong Kong tak ditentukan oleh Cina. Dengan demikian, warga memiliki kebebasan calon yang diyakini membawa angin demokrasi di Hong Kong.

Pengunjuk rasa juga menyerukan pembangkangan warga sipil. Mereka ingin gerakan pembangkangan ini semakin luas. Selain itu, mereka mengungkapkan kegembiraannya karena ada rencana para pelajar dan mahasiswa memboikot aktivitas belajar mengajar.

Aktivis menyebut dirinya kelompok Occupy Central. Dalam spanduk dan poster yang mereka usung tertulis,’’Occupy Central dengan Cinta dan Damai.’’ Spanduk lain menuliskan dukungan terhadap boikot yang akan dilakukan pelajar.

‘’Beijing telah merusak kepercayaan kita,’’ demikian pernyataan Occupy Central. Kelompok pro-Beijing juga menggelar aksi tandingan. Mereka berjumlah puluhan. Mereka mengibarkan spanduk dan menentang para aktivis dan mahasiswa prodemokrasi.

‘’Mahasiswa harus belajar,’’ teriak Pok Chun-chung, koordinator Protect Hong Kong, kelompok pro-Beijing. Ia menuding Occupy Central memanfaatkan mahasiswa dan pelajar untuk kepentingan politik dan jangan menggunakan anak-anak menjadi tameng.

Aksi pada Ahad merupakan penentangan terbaru aktivisi pendukung demokrasi terhadap Cina. Mereka berharap terjadi reformasi menuju demokrasi. Dengan demikian, Hong Kong tak lagi terbelenggu oleh kekuasaan Cina.

Hong Kong merupakan bekas koloni Inggris. Hong Kong kembali masuk dalam wilayah Cina pada 1997 dalam konsep satu negara dua sistem. Artinya, Cina memberikan otonomi luas bagi Hong Kong.

Pada Ahad pagi, Kepala Eksekutif Hong Kong Leung Chun-ying menyampaikan sikapnya melalui surat terbuka. Ia mendesak warga Hong Kong untuk pragmatis. ‘’Kita harus memahami konstitusi dan konteks politik secara benar,’’ katanya.

Selain menghadapi masalah dalam negeri, Cina diadang tantangan terkait sengketa Laut Cina Selatan. Malaysia mengizinkan pesawat pengintai AS terbang di bagian timur wilayahnya untuk mengawasi Laut Cina Selatan.

Kepala Operasi Laut AS Laksamana Jonathan W Greenert mengatakan izin menerbangkan pesawat P-8 Poseidon di kawasan timur , membuat AS bisa mengawasi perairan sengketa tersebut dari dekat. Pesawat ini mampu mendeteksi keberadaan kapal selam.

Jadi, AS akan semakin kuat menancapkan pengaruhnya di Asia. "Kita mempunyai kesempatan di sini dan saya pikir kita harus memanfaatkannya," kata Greenert dalam pidatonya di Carnegie Endowment for International Peace.

Direktur Center for American Studies di Fudan University, Shanghai Wu Xinbo mengatakan Cina akan menafsirkan kesepakatan antara AS dan Malaysia sebagai tantangan langsung. Negeri tirai bambu itu akan menganggapnya sebagai pelanggaran kedaulatan.

AS mengatakan pesawat asing memiliki hak terbang di atas perairan negara lain dari batas teritorial 12 mil. Sedangkan Cina mengatakan pesawat asing tidak mempunyai hak terbang dalam batas 200 mil zona ekonomi eksklusif tanpa izin."Dengan kesepakatan ini, AS mengatakan 'jika tetangga anda saja menerima tindakan mata-mata tersebut, mengapa anda mengeluh?'" kata Wu.

Dia menambahkan keinginan AS akan akses di Malaysia merupakan suatu tekanan bagi Cina. Pertanyaannya adalah akankah Cina tunduk kepada tekanan AS dan apakah tekanan itu mampu mengubah kegiatan Cina.

Penasihat senior dari Center for Strategic and International Studies di Washington, Ernie Bower mengatakan tawaran Malaysia sebagian dipicu keterkejutan karena kapal militer Cina memasuki perairan Malaysia.

Tindakan itu secara mengancam eksplorasi minyak dan gas lepas pantai Malaysia. Tahun ini AS juga berhasil mencapai kesepakatan dengan Filipina untuk memberi tentara, kapal perang dan pesawat AS membangun pangkalan.

Terkait pesawat pengintai AS, Malaysia belum memberikan konfirmasi. Menteri Pertahanan Malaysia Hishammuddin Hussein menyangkal memberi izin pesawat AS beroperasi di Malaysia Timur. "Itu tidak benar," ujarnya seperti dikutip dari New York Times, Sabtu (13/9).  reped: ferry kisihandi

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement