KABUL -- Taliban menolak pemerintahan bersatu Afghanistan yang akan dipimpin oleh Presiden Ashraf Ghani. Mereka menyatakan pembentukan pemerintahan bersatu memalukan karena hanya menuruti kemauan AS. Rakyat Afghanistan tak bisa menerimanya.
Komisi Pemilu Afghanistan, Ahad (21/9), menetapkan Ashraf Ghani sebagai presiden terpilih. Ia mengalahkan kandidat lainnya, Abdullah Abdullah. Sebelum pengumuman Komisi Pemilu Afghanistan, Ghani dan Abdullah menyetujui pembagian kekuasaan dan pemerintahan bersatu.
Dalam pemerintahan Ghani, Abdullah menjabat sebagai kepala eksekutif. Namun, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid menyatakan, ’’Menetapkan Ashraf Ghani sebagai presiden dan membentuk pemerintahan bersatu tak bisa diterima.’’
Pemerintahan baru dianggap tak lepas dari dominasi AS. Mestinya, jelas Zabihullah, AS memahami bahwa tanah Afghanistan sepenuhnya milik rakyat Afghanistan. Jadi, semua keputusan dan kesepakatan harus dibuat rakyat Afghanistan bukan menlu atau dubes AS.
Setelah kisruh pemilu presiden 14 Juni lalu, AS mendesak adanya pembagian kekuasaan antara dua calon presiden. AS memandang, cara tersebut menghindarkan Afghanistan dari kebuntuan politik. Menlu AS John Kerry secara intens menelepon kedua calon presiden itu.
Pelantikan Ghani sebagai presiden rencananya berlangsung pada 29 September 2014. Pelantikan Abdullah sebagai kepala eksekutif juga pada tanggal yang sama. Tugas utama Ghani setelah resmi menjadi presiden adalah menandatangani pakta pertahanan dengan AS.
Ghani ingin pasukan asing dalam jumlah kecil tetap tinggal di Afghanistan setelah penarikan pasukan asing pada akhir tahun ini. Pasukan itu bertanggung jawab melatih tentara Afghanistan. Dengan demikian, mereka mampu menjamin keamanan dan meredam Taliban.
Mayoritas warga Afghanistan khawatir ketidakstabilan keamanan dimanfaatkan Taliban untuk menyerang. Hingga sekarang, Taliban tetap mengendalikan wilayah selatan dan timur Afghanistan. Mereka juga khawatir negara tetangga ikut campur, seperti Iran, Pakistan, dan India.
‘’Musuh-musuh Afghanistan dan negara tetangga sedang menunggu pakta pertahanan itu melahirkan krisis,’’ kata anggota parlemen Afghanistan, Qurban Ali Erfani. Ia menyebut Taliban sebagai musuh utama bagi Pemerintah Afghanistan. rep:gita amanada/ap/reuters ed: ferry kisihandi