PHNOM PENH – Australia memindahkan para pengungsi dan pencari suaka ke Kamboja. Menteri Imigrasi Australia Scott Morrison menandatangani pakta pemindahan ini dengan Menteri Dalam Negeri Kamboja Sar Kheng, di Phnom Penh, Jumat (26/9) ini.
Selama ini, Australia menempatkan para pengungsi yang ingin memperoleh suaka di beberapa tempat. Di antaranya di Pulau Nauru dan Christmast Island. Australia juga kini bersikap tegas. Mereka mengadang para pengungsi sebelum memasuki perairan mereka.
Pada tahap awal, Australia memindahkan sekitar 1.100 pengungsi yang ditampung di Pulau Nauru. Sebagian besar pengungsi tersebut berasal dari negara-negara Asia Selatan dan Timur Tengah. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja Koy Kuong enggan berkomentar.
Menurut dia, penjelasan mendetail mengenai pemindahan pengungsi ke Kamboja dilakukan setelah penandatanganan nota kesepahaman antara dua negara. Australia diduga membayar Kamboja untuk menampung pengungsi secara permanen.
‘’Pengungsi yang secara bersedia saja yang dipindahkan ke Kamboja,’’ kata seorang pejabat Australia, Kamis (25/9). Morrison menyatakan hal sama. Ia berjanji Australia akan mendukung para pengungsi itu memulai hidup baru di Kamboja.
Dengan demikian, kepergian ke Kamboja ditentukan sendiri oleh para pengungsi tersebut. Dalam perjanjian dengan Australia, Kamboja tak memastikan jumlah pengungsi yang bakal mereka tampung. Ini merupakan penampungan permanen.
Pejabat Kamboja juga menegaskan semuanya harus berdasarkan kerelaan para pengungsi. Namun kesepakatan dengan Kamboja menuai kritik dari oposisi Australia, Partai Hijau. Mereka yakin pengungsi akan ditekan agar mau dipindah ke Kamboja.
‘’Australia menawarkan salah satu negara terkorup di dunia kepada pengungsi,’’ kata Senator Sarah Hanson-Yong dari Partai Hijau. Dewan Pengungsi Australia, menyatakan, tindakan Australia merupakan bentuk pengabaian terhadap pengungsi.
Australia tak memenuhi kewajiban internasional agar memperlindungan penuh terhadap pengungsi. Guna mencegah membeludaknya pengungsi ke Australia, Scott Morrison juga memperkenalkan kembali penerapan visa sementara.
Pada Kamis (25/9), ia mengajukan rancangan undang-undang mengenai visa sementara ini. Kebijakan ini menggantikan cara alternatif berupa pemberian izin menetap permanen. Sekitar 30 ribu pengungsi akan mendapatkan visa sementara selama tiga tahun.
Setelah masa visa berakhir, pengungsi tersebut akan dipulangkan ke negara asalnya jika kondisinya memang memungkinkan. Pemberian visa sementara pernah berlaku pada masa pemerintahan Perdana Menteri John Howard pada 2008.
Morrison beralasan, visa sementara melindungi pengungsi. Ini juga mencegah para penyelundup manusia bergerak secara leluasa. Sebab, mereka tak bisa lagi menjanjikan kepada para pengungsi izin tinggal permanen di Australia.
Partai Buruh, kubu oposisi, menentang kebijakan Morrison. Ia mengatakan, visa sementara menyebabkan pengungsi terombang-ambing nasibnya. Tak ada kepastian mereka memperoleh kewarganegaraan dari Australia.
Sekitar 16 ribu pencari suaka datang ke Australia dengan 220 perahu pada tujuh bulan pertama 2013. Namun pemerintah menyatakan hanya satu kapal ilegal yang datang sejak Desember lalu. Kebanyakan pencari suaka itu tenggelam dalam perjalanan menuju Australia. rep:gita amanda/ap/reuters ed:ferry kisihandi