Sabtu 27 Sep 2014 14:01 WIB

Fatah-Hamas Sepakati Kabinet

Red: operator

RAMALLAH -Dua faksi Palestina, Hamas dan Fatah, mencapai kesepakatan untuk membentuk kabinet bersatu. Kesepakatan menjalankan pemerintahan bersama di semua wilayah Palestina itu menjadi penanda kembalinya perjuangan Palestina ke jalur yang benar. Hubungan kedua faksi sempat merenggang terkait perang terakhir yang terjadi di Jalur Gaza antara militer Israel dan pejuang Hamas.

Setelah melakukan perunding an selama dua hari di Kairo, Mesir, pejabat kedua faksi menyetujui bahwa pemerintahan bersama akan dipimpin oleh Presiden Palestina Mahmud Abbas. Abbas juga didapuk memimpin langsung proses rekonstruksi Gaza pascaserangan militer Israel, beberapa waktu lalu.

"Kami mencapai satu pandangan bahwa Palestina harus segera bertindak dan menyingkirkan sega la rintangan yang dihadapi peme rintahan bersatu," kata Ketua De legasi Fatah Azzad al-Ahmed, seperti dikutip Aljazirah, Jumat (26/9).

Menurut Azzad, Hamas dan Fatah kini mulai membahas pentingnya segera memulai rekonstruksi Gaza yang porak-poranda akibat serangan Israel pada 2009, 2012, dan 2014.

Perundingan juga me nyepakati persetujuan Hamas atas negara Palestina dengan kesepakat an perbatasan pada 1967. Salah satu negosiator Fatah, Hassin Alskeikh, mengatakan, Pemerintah Palestina akan bertanggung jawab atas pembangunan di Jalur Gaza serta mengatur perbatasan Gaza. "Hamas pun sepakat akan mendukung rencana Presiden Palestina Abbas untuk membangun negara dengan menggunakan kesepakatan perbatasan pada 1967."

Pemerintah Palestina menerangkan, berdasarkan analisis yang dilakukan beberapa waktu terakhir, pembangunan di Gaza membutuhkan dana sebesar 7,8 miliar dolar AS yang setara dengan 2,5 kali produk domestik bruto Gaza. Jumlah ini termasuk 2,5 miliar dolar AS untuk pembangunan rumah dan 250 juta dolar AS untuk energi.

Pada 16 September, PBB, Israel, dan Palestina telah mencapai kesepa katan mengenai pembangunan kembali Gaza setelah Israel menghentikan agresinya. rep:Dessy Suciati Saputri/ap/reuters, ed: eh ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement