HONG KONG -- Ribuan demonstran prodemokrasi turun di jantung Kota Hong Kong, Ahad (28/9). Mereka memblokir Harcourt Road dan Gloucester Road yang menjadi jalur utama menuju distrik bisnis utama di kota bekas koloni Inggris itu.
Para pengunjuk rasa yang menuntut penerapan demokrasi penuh di Hong Kong mencoba menembus barikade polisi untuk mengambil alih kantor pemerintahan. Aparat melawan dan membubarkan aksi pengunjuk rasa dengan melepaskan gas air mata serta semprotan merica.
Ini merupakan pertama kalinya polisi Hong Kong menggunakan gas air mata untuk mengadang pengunjuk rasa sejak 2005. Ketika itu, aparat memakai gas air mata untuk menghalau unjuk rasa anti-Word Trade Organisation (WTO).
Pemimpin Hong Kong Leung Chun-ying mengatakan, petugas akan mengambil sikap tegas untuk menghadapi gerakan demonstran yang akrab disebut Occupy Central with Love and Peace. "Polisi memiliki kewenangan untuk mengendalikan situasi sesuai hukum yang berlaku," ujar Wali Kota Hong Kong Leung Chun-ying.
Juru bicara Pemerintah Cina untuk Hong Kong dan Makau menambahkan, Beijing mendukung sepenuhnya otoritas setempat dalam mengendalikan situasi dengan hukum berlaku.
Demonstrasi antipemerintah Cina kerap terjadi setelah otoritas Beijing tak mengabulkan digelarnya pemilihan langsung di kota tersebut. Pengunjuk rasa berasal dari mahasiswa, aktivis, dan para politikus. Demonstran menekan Beijing untuk memungkinkan digelarnya pemilihan umum yang bebas di negara tersebut.
Pada 2008 Cina pernah mempertimbangkan untuk digelarnya pemilihan langsung pada 2017. Tapi, pada Agustus 2014 Cina memberikan syarat khusus. Pemilih hanya boleh memilih calon yang sebelumnya ditentukan Beijing.
Para pemimpin dan pendukung gerakan prodemokrasi mendesak masyarakat untuk bergabung dalam protes. Tokoh utama gerakan protes Jimmy Lai menginginkan massa sebesar mungkin untuk menghalau tindakan keras terhadap pengunjuk rasa yang dinilai ilegal. "Semakin banyak warga Hong Kong datang, membuat polisi semakin sulit 'membersihkan' tempat tersebut. Saya percaya, warga Hong Kong akan datang," kata Lai.
Para demonstran mengenakan jubah plastik dan kacamata pelindung yang biasa dipakai buruh. Sejumlah massa tampak duduk rapat dengan masker, payung terbalik, dan kacamata. Ketegangan berkobar menjelang siang ketika polisi menyita perlengkapan audio yang dibawa parlemen di tengah bentrokan.
Anggota parlemen prodemokrasi Lee Cheuk-yan mengatakan, tiga rekan legislator lainnya di antara sekelompok kecil aktivis ditahan oleh polisi. Termasuk, pemimpin prodemokrasi Albert Ho dan Emily Lau.
Beberapa kelompok keluarga juga berada di tengah kerumunan. Ada pula seorang pria berusia 90 tahun mengatakan, ia telah berjuang untuk demokrasi sejak 1960-an. Veteran demokrasi Martin Lee mengatakan, orang-orang Hong Kong percaya demokrasi, baik untuk kota itu dan sebagian Cina yang lain. "Mereka siap untuk mengorbankan kenyamanan dan kebebasan demi diri mereka, anak-anak, dan cucu-cucu mereka," kata Lee.
Hong Kong kembali masuk dalam pemerintahan Cina pada 1997. Para pemimpin Partai Komunis di Beijing khawatir, permintaan untuk demokrasi menyebar ke kota-kota lain di daratan Cina. Ini akan mengancam kekuasaan mereka. Pada 1989 pernah terjadi aksi protes mahasiswa yang menyerukan demokrasi. Aksi di sekitar Lapangan Tiananmen tersebut berakhir dengan bentrokan.
Pendemo mengatakan, sebanyak 80 ribu orang memadati jalan-jalan di sekitar kompleks pemerintah di distrik Admiralty, Galvanis. Ini dikarenakan adanya penangkapan aktivis mahasiswa pada Jumat (26/9). Aksi kali ini dipandang sebagai tindakan pembangkangan sipil paling ulet sejak 1997.
Aksi protes selama sepekan telah berubah menjadi kekerasan saat demonstran yang dipimpin mahasiswa menerobos penjagaan pada Jumat. Polisi sejauh ini telah menangkap lebih dari 60 orang. Termasuk, Joshua Wong, pemimpin kelompok mahasiswa, yang diseret setelah meminta pengunjuk rasa menduduki pusat pemerintahan. Sementara itu, para pejabat Cina dan beberapa konglomerat paling kuat di Hong Kong dan tokoh-tokoh probisnis menentang aksi protes. Menurut mereka, aksi tersebut dapat mengancam bisnis dan stabilitas ekonomi Hong Kong.
n reuters rep:gita amanda ed: teguh firmansyah