Rabu 01 Oct 2014 16:00 WIB

Aktivis Hong Kong Beri Tenggat

Red:

HONG KONG -- Aktivis prodemokrasi Hong Kong menetapkan tenggat bagi pemerintah, Rabu (1/10), untuk melakukan reformasi. Mereka menginginkan berlakunya demokrasi dan Kepala Eksekutif Leung Chun-ying mundur sebagai pemimpin Hong Kong.

Dalam pernyataan singkatnya, aktivis yang tergabung dalam Occupy Central juga berencana mengumumkan gerakan pembangkangan sipil lanjutan pada hari yang sama. Gerakan ini akan terus berjalan jika pemerintah menolak tuntutan reformasi mereka.

Rabu (1/10) ini merupakan libur perayaan hari nasional menandai pendirian Partai Komunis Cina. Pada hari tersebut, diyakini semakin banyak massa bergabung dalam aksi. Sejak Jumat (26/9) demontrasi dimulai.

Pendukung Occupy Central membanjiri jalanan Hong Kong menyerukan pemberlakuan demokrasi. Mereka memprotes keputusan Cina bulan lalu. Cina akan menyaring para kandidat kepala eksekutif dalam pemilu Hong Kong tahun 2017. Ini dianggap sebagai penghambat demokrasi.

Ketegangan sempat muncul pada Ahad (28/9). Polisi menembakkan 87 gas air mata. Pelepasan gas air mata memicu bentrokan. Sebanyak 41 orang, termasuk 12 polisi terluka. Namun, sehari setelah insiden, aktivis prodemokrasi melalui Senin (28/9) malam dengan tenang.

Mereka bertahan di jalan sambil menyanyikan lagu-lagu tentang kebebasan. Kerumunan mahasiswa secara bergantian berada di jalan-jalan utama. Selain menetapkan tenggat bagi pemerintah, sekitar 80 ribu mahasiswa menambah logistik.

Mereka mendirikan pusat persediaan air, buah-buahan, biskuit, jas hujan, handuk, pelindung mata, penutup wajah, dan tenda. Indikasi unjuk rasa berlangsung lebih lama. ‘’Saya akan bertahan hingga menit terakhir meskipun saya nantinya ditahan,’’ kata John Choi, demonstran.

Mereka pun mendirikan barikade, mengantisipasi merangseknya polisi saat malam perayaan hari nasional Cina. Rumor beredar, polisi sedang mempersiapkan diri. Mereka bakal membersihkan jalanan dari massa menjelang dan selama perayaan hari nasional.

‘’Banyak orang kuat Cina akan datang ke Hong Kong. Pemerintah tak ingin mereka melihat situasi seperti sekarang. Polisilah yang bergerak,’’ kata Sui-ying Cheng, mahasiswa Hong Kong University. Ia dan teman-temannya tetap menginap di jalanan pada Selasa (30/9) malam.

Kepala Eksekutif Hong Kong Leung Chun-ying mendesak aktivis prodemokrasi segera mengakhiri unjuk rasa. Ia juga menolak mundur dari jabatannya. Alasannya, kalau ia mundur, pemimpin Hong Kong dipilih melalui komite seperti pada 2012 bukan lewat pemilu.

Menurut Leung, pendiri Occupy Central, berkali-kali menyatakan akan berhenti jika gerakan mereka tak terkendali. ‘’Sekarang saya meminta mereka memenuhi janjinya. Hentikan unjuk rasa secepat mungkin,’’ katanya seperti dilansir BBC.

Sementara itu, AS berhati-hati dalam menanggapi demonstrasi di Hong Kong. Mereka memperhatikan perkembangan di lapangan dan mendesak pasukan keamanan bisa menahan diri. Gedung Putih meminta massa berunjuk rasa secara damai.

Menurut juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest, AS mendukung gerakan prodemokrasi di Hong Kong. Namun, ia menghindari menyampaikan kecaman secara publik mengenai perkembangan demokrasi di wilayah otonomi Cina itu.

Kehati-hatian ini karena keterkaitan erat ekonomi AS dengan Cina. Kedua negara berseteru pula dalam isu lain, seperti sengketa Laut Cina Selatan.

Sejumlah pejabat senior AS diam-diam mengontak pejabat Cina. Mereka mengingatkan, stabilitas Hong Kong sebagai salah satu pusat keuangan dunia tergantung cara Cina mengatasi aksi massa di sana. rep:ani nursalikah/ap/reuters ed: ferry kisihandi

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement