KAIRO - Puluhan orang dilaporkan tewas setelah bentrokan antara aparat Mesir dan suporter klub sepak bola Zamalek, Ahad (8/2) malam. Kericuhan terjadi jelang pertandingan di Stadion Pertahanan Udara, timur Kairo.
Kementerian Dalam Negeri mengatakan, kericuhan dipicu pendukung klub Zamalek yang ingin masuk ke stadion tanpa tiket. Mereka datang dengan jumlah besar dan menyerbu Stadion Pertahanan Udara. "Petugas melakukan tindakan semestinya untuk mencegah terjadinya kekerasan," ujar Kementerian Dalam Negeri dalam pernyataannya, kemarin.
Aljazirah yang mengutip petugas medis melaporkan, setidaknya 40 orang tewas. Sementara, media Mesir, Ahram, mengabarkan, sedikitnya 30 orang tewas. Mayoritas korban tewas karena lemas setelah berdesak-desakan atau terinjak-injak dalam kepanikan. Kementerian Kesehatan seperti dikutip MENA mengatakan, tak sedikit korban terluka menderita patah tulang dan memar-memar.
Sejatinya pertandingan akan berlangsung antara Zamalek dengan klub rival sekota ENNPI. Setelah tragedi itu, otoritas menghentikan sementara semua jadwal pertandingan Liga Utama Mesir.
Insiden tersebut mengingatkan tragedi di Stadion Port Said pada 2012 lalu ketika bentrokan pecah antara pendukung Al-Ahly dengan tuan rumah Al-Masry. Kericuhan menewaskan sedikitnya 74 orang.
Berbeda dengan keterangan pemerintah, suporter Zamalek justru menyalahkan kepolisian yang bertindak semena-mena. Dalam laman Facebook-nya, Zamalek mengatakan, kericuhan terjadi lantaran petugas hanya membuka satu pintu dengan kawat berduri buat para suporter.
Pagar berduri itu kemudian roboh karena massa yang terlalu banyak. "Kemudian pihak keamanan mulai menembakkan gas air mata dan pistol ke segala arah," kata saksi mata.
Salah seorang pendukung Zamalek mengatakan, suporter telah memberitahu petugas bahwa mereka ingin melihat pertandingan, tetapi mereka ditolak. "Sejumlah orang berjalan secara perlahan. Kemudian seseorang memberi tahu kami, petugas akan mengizinkan masuk lewat pintu belakang," ujarnya.
Para pendukung garis keras Zamalek yang juga dikenal dengan sebutan Knight White lantas mendengarkan saran tersebut. Sayangnya, bukan izin yang diperoleh, melainkan tembakan gas air mata dan peluru burung. Sejumlah fan terlihat berlari dan melewati pagar untuk menghindari kericuhan. Pada saat itulah banyak para korban yang terjatuh.
UWK yang berdiri pada 1911 ini mengumumkan, sebanyak 22 fan Zamalek tewas. Para pendukung menuduh aparat telah melakukakan pembantaian. Namun, polisi membantahnya.
Suporter sepak bola di Mesir kerap dikaitkan dengan masalah politik. Suporter garis keras yang disebut ultras tak jarang bentrok dengan petugas. UWK termasuk yang paling vokal menentang rezim Husni Mubarak. Mereka bersama Ultras Al-Ahwy (UA07) dan Ultras Devils (UD07) bahu-membahu melengserkan rezim Mubarak.
Seorang ibu menangis dan berteriak ketika menemukan nama anaknya dalam daftar korban tewas yang ditempel oleh staf rumah sakit di Kairo. "Saya telah mengatakan kepadanya, tinggalkan pertandingan sepak bola," ujar sang ibu dengan derai air mata.
Abdel Rahman ben Kamen, seorang saksi mengatakan, terjadi keanehan ketika aparat keamanan tidak membuka jalur menuju masuk ke dalam stadion dan justru menahan para pendukung di sebuah area yang tidak sesuai dengan kapasitas massa.
Pemimpin klub Zamalek, Mortada Mansour, tidak menyalahkan polisi. Menurutnya, petugas tidak menembakkan peluru panas. Dia justru mengaitkan kekerasan ini dengan upaya pihak tertentu untuk menggagalkan pemilihan parlemen.
c84/Lida Puspaningtyas ed: Teguh Firmansyah