Senin 05 Sep 2016 15:00 WIB

Hong Kong Gelar Pemilu

Red:

HONG KONG — Hong Kong menggelar pemilu pertama sejak protes prodemokrasi pada 2014, Ahad (4/9). Pemungutan suara telah dimulai sejak 07.30 pagi dan dijadwalkan berlangsung selama 15 jam.

Penduduk akan memilih 35 anggota parlemen berdasarkan konstituen geografis dan 35 orang untuk mewakili bidang tertentu. Tidak semua penduduk Hong Kong bisa ikut dalam pemilihan.

Kota ini menganut sistem demokrasi sebagian. Sebanyak 30 kursi hanya dipilih oleh enam persen dari populasi Hong Kong. Artinya, meski Hong Kong punya 3,7 juta penduduk, 30 kursi Legislative Council akan ditentukan oleh 239.724 orang.

Pemilihan ini tidak memilih kepala eksekutif yang memimpin pemerintahan. Pada 2014, penduduk melancarkan aksi protes terkait tata cara pemilu selama dua bulan penuh. Pengunjuk rasa meminta Cina memberikan izin agar kepala eksekutif dipilih secara langsung oleh rakyat.

Unjuk rasa menimbulkan gejolak politik dan ketegangan antara Cina dan Hong Kong. Namun, hasil protes tidak cukup signifikan karena ketentuan pemilu tetap sama. Pada Ahad, tiga kelompok utama bersaing untuk mendapatkan kursi.

Ketiga partai tersebut adalah partai pro-Beijing, partai tradisional pro-demokrasi, dan warga setempat yang sebagian menginginkan demokrasi, sebagian ingin otonomi, sebagian ingin sepenuhnya merdeka.

Kursi-kursi yang diperebutkan di antaranya 30 kursi Legislative Council. Selain itu, ada 30 kursi yang disebut konstituen fungsional yang mewakili kelompok komersial dan profesional. Seperti dalam bidang asuransi, katering, atau pendidikan.

Mantan koloni Inggris ini dikembalikan ke Cina pada 1997. Sejak saat itu, Cina-Hong Kong menjalankan kesepakatan satu negara dua sistem. Cina menjanjikan Hong Kong bebas mengelola hubungan keuangan globalnya. Hong Kong juga dibebaskan untuk memiliki hukum terpisah dengan Cina untuk minimal 50 tahun sejak kesepakatan.

Namun, kepemimpinan Hong Kong akan tetap dikendalikan oleh Beijing. Dalam kepemimpinan saat ini, pihak oposisi Cina menduduki 27 dari 70 kursi Legislative Council. Sehingga, mereka punya kekuatan untuk memblokir setiap kebijakan yang diajukan Cina, termasuk yang mengancam kebebasan Hong Kong.

Sekitar 3,8 juta penduduk secara keseluruhan berpartisipasi dalam pemilu. Generasi muda kemungkinan akan memilih oposisi yang menginginkan kemerdekaan penuh. Sebagian besar peserta unjuk rasa pada 2014 adalah mahasiswa.

Banyak penduduk melihat unjuk rasa selama 79 hari itu menjadi titik balik politik Hong Kong. Sejak saat itu banyak pihak menilai intervensi Cina berupaya membungkam kebebasan yang ada.

Sebelum pemilu, enam kandidat pro-demokrasi didiskualifikasi karena menolak klausul konstitusi mini Hong Kong atau Hukum Dasar. Klausul itu menyebut Hong Kong adalah bagian tak terpisahkan dari Cina.

"Hak bahwa kita harus berada di bawah Hukum Dasar bukan milik kami lagi," kata Baggio Leung dari Youngspiration, kelompok yang mendorong kemerdekaan. Pemimpin Hong Kong yang didukung Beijing, Leung Chun-ying, menolak pandangan bahwa Cina berupaya mengintervensi pemilu.

"Pemilu kita adalah demokrasi. Pemilih punya hak bebas memilih dan tidak perlu siapa pun untuk meminta memilih," kata Leung kepada reporter.

Sempat terjadi insiden saat ia menunaikan hak pilihnya. Seorang aktivis melempar sandwich padanya.     rep: Lida Puspaningtyas/reuters, ed: Yeyen Rostiyani

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

The Best Mobile Banking

1 of 2
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement