Selamat datang di Republik Somaliland! Wilayah otonomi di Somalia yang diakui secara internasional ini ternyata selalu memberikan nuansa baru, termasuk bagi para pengungsi Suriah. Ya, Anda tidak keliru. Ada pengungsi Suriah yang tidak memilih ke Eropa, tetapi memilih ke Somaliland di Afrika.
Sebagai negara pecahan dari Somalia, Somaliland terus berkembang. Ada mal-mal, hotel-hotel, dan vila-vila mewah di ibu kota Somaliland, Hargeisa.
Dua dekade lalu, tulis BBC, wajah Somaliland tak seperti ini. Somaliland yang dikenal sebagai Dresden of Africa dulu hanyalah kota yang hancur lebur karena sering mendapatkan serangan udara seperti nasib Aleppo, Suriah, saat ini. Para penduduknya saat itu banyak yang jadi pengungsi ke luar negeri untuk mencari kehidupan yang baru jauh dari perang yang berkecamuk.
Namun, usai perang sipil di Somalia berakhir, Somaliland menata diri selain membangun berbagai hotel dan penginapan baru, di Hargeisa juga terdapat restoran cepat saji Arab Saudi yang menyajikan ayam goreng. Di atas semua itu, di kota ini yang paling banyak ditemukan adalah dokter gigi Suriah.
Di samping sebuah masjid di Hargeisa terdapat praktik dokter gigi Suriah. Di ruang praktik itu terdapat seorang gadis muda Somalia yang sedang melakukan perawatan gigi. Mulutnya disikat dengan sikat gigi sambil menunggu dokter gigi datang untuk memberikan konsultasi dan perawatan gigi.
Di ruang praktik dokter gigi tersebut terdapat kursi untuk pasien dokter gigi yang modern. Di temboknya terdapat poster barisan gigi dan gusi. Selain itu, terdapat sebuah kabinet yang berisi berbagai peralatan dokter gigi, seperti tang untuk mencabut gigi dan lainnya. Sementara, di sampingnya ada wastafel yang terdapat cetakan mulut dan gigi seorang pasien.
Tak lama kemudian, seusai shalat, seorang pria Suriah masuk ke ruang praktik dokter gigi. Ia memperkenalkan dirinya. "Nama saya Hosam. Saya berasal dari Kota Aleppo, Suriah," katanya seperti dilansir BBC.
Hosam mengungsi dari Aleppo, Suriah, karena kota tersebut menjadi medan perang berkepanjangan dan kondisinya juga luluh lantak. Di sana sulit untuk bertahan hidup dan mencari kehidupan karena makanan dan air pun susah diperoleh.
Sebelum mencari tempat untuk mengungsi, ia mencari tahu melalui internet secara daring (online) kira-kira negara mana yang membutuhkan dokter gigi dan mudah baginya untuk mendapatkan pekerjaan. Ia tak ingin hanya mengungsi begitu saja tanpa ada tujuan yang jelas sebab ia ingin bisa bertahan hidup dan mempu mencari nafkah.
Hosam menjelaskan, tak ada gunanya mengungsi ke Turki, Lebanon, maupun ke negara-negara Eropa lainnya sebab di negara-negara tersebut sangat sulit bagi seorang pengungsi untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya sebab persaingan dengan penduduk setempat sudah sangat berat.
"Saya mencari tempat mengungsi secara daring. Saya mencari dengan Google di mana tempat-tempat yang tak memiliki dokter gigi supaya saya bisa membuka praktik di sana," ujarnya.
Tempat yang ditemukan Google yang tak memiliki dokter gigi adalah ibu kota Somalia yakni Mogadishu. Kemudian Hosam dan istrinya pergi ke sana tanpa mengenal siapa pun. Menurut dia, Mogadishu seperti Aleppo, tetapi pendapatannya sebagai dokter gigi naik tiga kali lipat daripada di Aleppo.
Meski demikian, Hosam ingin membawa keluarganya ke tempat yang damai bukan tempat yang penuh dengan konflik. Makanya ia memutuskan untuk pergi dari Mogadishu menuju Hargeisa.
"Saya mendengar di Hargeisa banyak pengungsi Suriah. Selain itu, kotanya juga aman dan damai, makanya saya memutuskan membawa anak dan istri saya pindah ke kota ini," ujar Hosam.
Di Hargeisa terdapat komunitas dokter, dokter gigi, dan insinyur dari Suriah. Dengan adanya komunitas pengungsi Suriah maka akan lebih mudah bagi Hosam dan keluarganya untuk tinggal di sana karena banyak sesama pengungsi Suriah yang senasib dengannya dan mudah untuk saling tolong-menolong. Rupanya Somaliland telah menjadi tanah harapan baru bagi para pengungsi Suriah.
"Saya di Hargeisa juga bertemu dengan seorang dokter gigi yang berasal dari Kota Damaskus, Suriah. Ia memiliki wajah yang panjang dan mukanya terlihat begitu sedih," kata Hosam.
Ia juga teringat seorang pejabat PBB pernah memperingatkan kalau Suriah akan menjadi seperti Somalia. "Sekarang saya ada di Somaliland dari semua pilihan tempat lain di dunia."
Orang-orang barat, terang Hosam, tak menginginkan pengungsi Suriah. "Kalian orang barat tak pernah menginginkan kami, tetapi lihat orang-orang Somalia, mereka membuka tangannya kepada kami, mereka menginginkan kami."
Memang ini sebuah kebenaran. Di saat orang-orang Eropa dan Amerika resah dengan banyaknya pengungsi Suriah yang masuk ke negaranya, warga Somalia membuka pintu lebar-lebar bagi para pengungsi Suriah. Tak ada satu pun orang Somalia yang mengusir pengungsi Suriah atau pengungsi Yaman yang datang ke negara mereka.
Terkadang, ujar Hosam, ia merindukan berbicara dengan bahasa Arab. Ia ingin mengobrol dengan orang lain dengan bahasa negaranya sekadar untuk melepas rindu terhadap suasana di Aleppo.
"Saya merasa hilang dan saya ingin Anda merasakan perasaan saya. Perlu diketahui, Aleppo selalu ada di pikiran saya dan hati saya. Aleppo akan selalu menjadi rumah saya," katanya.
Di kota lain, sekitar 161 km dari Hargeisa, yakni Kota Burao, juga banyak terdapat praktik dokter gigi dari Suriah. Terdapat banyak iklan buka praktik dokter gigi Suriah di jalan-jalan.
Dalam poster iklan praktik dokter gigi Suriah tersebut terdapat gambar berbagai macam gigi yang buruk. Ada gigi yang yang menonjol tak beraturan, ada gigi yang warnanya berbeda-beda, padahal seharusnya putih, ada gigi yang di antara satu gigi dengan gigi lainnya terdapat jarak sehingga tampak buruk.
Ada juga gambar mulut dengan gigi yang hilang sehingga terlihat lucu saat tersenyun. Kemudian, dengan perawatan gigi yang baik, senyum pun berubah menjadi senyum dengan gigi putih dan bersinar ala Hollywood. Setidaknya, hal itu yang dikisahkan dalam iklan-iklan praktik dokter gigi Suriah.
Praktik dokter gigi Suriah banyak di Somaliland karena warga lokal senang dengan kehadiran mereka. Di sini, jasa mereka dibutuhkan oleh warga Somalia.
Warga Somalia mengatakan, selama terjadi perang sipil di Somalia, banyak warga Somalia yang kabur dan mengungsi ke negara-negara lain. Mereka mengungsi ke Yaman. Sebagian juga mengungsi dan membangun kehidupan baru di Suriah.
Namun, ternyata dunia berbalik arah. Saat ini di Yaman dan Suriah sedang terjadi perang. Makanya, ketika warga Yaman maupun Suriah datang, warga Somalia membuka tangan lebar karena mereka tahu rasanya terusir dari negara sendiri akibat perang yang berkecamuk.
Seorang warga Somalia yang lain mengatakan, perang di Suriah dan di Yaman sangatlah menyedihkan. Namun, perang di negara tersebut juga membawa keberuntungan bagi warga Somalia.
"Perang Suriah membawa orang-orang Suriah yang memiliki keahlian bagus mengungsi ke negara kami. Perlu diketahui, jalan ini mulus dan bagus karena pengungsi Suriah yang membangunnya dan jalan ini dibangun dengan cepat," kata warga Somalia tersebut.
Kalau ingin makan enak, terang dia, datanglah ke restoran milik pengungsi Yaman. Mereka memasak berbagai macam jenis makanan yang sangat lezat. "Orang-orang Yaman memiliki makanan paling lezat di kota. Kamu harus mencobanya," katanya.
Di Somaliland memang banyak terdapat restoran milik pengungsi Yaman. Mereka menawarkan cita rasa makanan baru yang belum pernah dirasakan sebelumnya oleh warga Somalia.
Restoran milik pengungsi Yaman itu memang sederhana, tak banyak yang bisa dilihat. Terdapat taplak meja berminyak, dinding berasap. Namun, mereka menyajikan kacang polong dalam ikan yang disajikan dalam keadaan panas, ini merupakan cita rasa yang istimewa.
Mereka juga menyajikan hidangan roti dengan sayur segar, bumbu rempah, dan telur. Kemudian dibungkus dalam parsel yang menawarkan kelezatan.
Pemilik restoran Yaman tersebut, Faiz, mengatakan, ia menyebut restorannya dengan nama Restoran Happy Yemen. "Namun, sayangnya saat ini tak ada yang membahagiakan di Yaman."
Sebelum mengungsi ke Somaliland, ia adalah seorang guru bahasa Inggris di Yaman. Ia pergi ke Somaliland untuk menghindari perang yang berkecamuk di negaranya saat ini.
Tak ada masalah dan kesulitan dalam membangun restoran Yaman di Somaliland. Selain itu, untuk membangun restoran ia juga membutuhkan partner lokal yang bersedia membantu.
"Kami memiliki partner lokal. Seperti di negara-negara lain di dunia, uang selalu mampu berbicara, tetapi sesungguhnya di Somaliland orang-orang lokal menyambut kami dengan baik. Mereka pernah hidup dalam keadaan perang makanya saat mereka mengalami perdamaian mereka ingin membagi perdamaian itu dengan kami, " terang seorang pekerja restoran Yaman. rep: Dyah Ratna Meta Novia/berbagai sumber, ed: Yeyen Rostiyani
***
Negeri Pecahan
Somaliland merupakan negara pecahan Somalia. Sebagian wilayahnya semipadang pasir di sekitar pantai Teluk Aden. Somaliland mendeklarasikan kemerdekaannya setelah menjatuhkan diktator militer Somalia Siad Barre pada tahun 1991.
Gerakan untuk terus memerdekakan diri di Somalia terus terjadi saat tentara Siad Barre mengejar para gerilyawan pemberontak yang ingin mendirikan negara Somaliland. Dalam perang sipil tersebut, puluhan ribu orang tewas dan banyak kota hancur dan luluh lantak seperti situasi di Suriah saat ini.
Meski menjadi negara merdeka, Somaliland belum mendapatkan pengakuan secara internasional. Dunia internasional hanya mengakui negeri ini sebagai wilayah otonomi di Somalia.
Namun, Somaliland telah memiliki sistem dan institusi pemerintahannya sendiri. Mereka juga memiliki tentara, polisi, dan mata uang sendiri, yakni shiling.
Saat ini, jumlah penduduk Somaliland mencapai 3,5 juta jiwa. Mereka berbahasa Somalia, Arab, dan Inggris. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam, demikian diulas BBC.
Somaliland dipimpin oleh Presiden Ahmed Mohamed Silanyo yang resmi menjadi presiden sejak Juli 2010. Ia menjadi presiden melalui pemilu yang dinilai bebas dan adil oleh pengamat internasional.
Presiden Silanyo mengalahkan presiden sebelumnya, Presiden Dahir Riyale Kahin melalui pemilu. Presiden Silanyo merupakan lulusan London School of Economics. Ia merupakan presiden keeempat sejak Somaliland memproklamasikan kemerdekaannya.
Saat ini fokus utama Presiden Silanyo adalah mendapatkan pengakuan internasional atas kemerdekaan Somaliland. Sebab, mereka memang ingin menjadi negara merdeka sendiri dan terbebas dari bayang-bayang Somalia. rep: Dyah Ratna Meta Novia, ed: Yeyen Rostiyani
***
Secuil Kisah Penolakan
Di sebuah kota kecil di Amerika Serikat, Kota Rutland, Vermont, penduduk lokal menolak kedatangan pengungsi Suriah di sana. Mereka kesal dengan keputusan Wali Kota Rutland, Christopher Louras yang bersedia menampung 100 pengungsi Suriah di kotanya.
Teringat kata-kata Hosam, pengungsi Suriah yang kini berada di Somaliland. "Kalian orang barat tak pernah menginginkan kami, tetapi lihat orang-orang Somalia, mereka membuka tangannya kepada kami, mereka menginginkan kami."
Meski penduduk Kota Rutland menolak kehadiran mereka, Louras tetap berkukuh dengan keputusannya menerima pengungsi Suriah. Ia mengatakan, demografi penduduk di Rutland menurun selain itu untuk merekrut pekerja muda juga sulit. "Kami butuh orang," katanya, seperti dilansir New York Times.
Pendudukan lokal sangat marah kepada Louras. Mereka menilai keputusan menerima pengungsi Suriah akan berdampak pada hidup mereka. Bahkan, mereka membuat grup menentang masuknya pengungsi Suriah, Rutland First untuk menekan Louras agar mengubah keputusannya.
Seperti dilansir Daily Caller, seorang penduduk Rutland, Timothy Cook, mengatakan, penduduk di sini dalam keadaan terimpit. "Di tengah depresi ekonomi, di tengah peningkatan kejahatan dan penggunaan narkoba, mereka malah datang. Kami yang harus bayar pajak bagi mereka (pengungsi) dan kami tak mau."
Hosam memang tak keliru. Ia lebih memilih Somalialand daripada negeri Barat. rep: Dyah Ratna Meta Novia, ed: Yeyen Rostiyani