Theresia Jeny Widiyawati
Keislamannya berkat hidayah dan pertolongan Allah SWT.
Theresia Jeny Widiyawati sempat bingung saat ia tiba-tiba ter bangun pukul tiga dini hari, April, 18 tahun lalu. Ia bermimpi mendiang ibunya mengajarinya surah al-Fatihah.
`'Tidak terbayang mendiang ibu saya mengajarkan membaca al-Fatihah. Ada apa?'' ungkap Jeny, begitu ia kerap disapa.Jeni mengingat kembali beratnya ujian yang dihadapi ibunya selama sebulan menderita sakit.
Yang ia ingat, ibunya masih Katolik saat wafat. Jeny sadar banyak rahasia antara hamba dan Allah SWT yang tidak diketahui hamba lainnya. Ia memilih berprasangka baik atas semua kejadian itu.
Pun baru beberapa jam sebelumnya Jeny berdebat dengan kakak kandung dan kakak iparnya soal keyakinan. Dini hari itu juga, Jeny menyatakan keinginannya untuk masuk Islam. Pada dasarnya, kakak Jeny yang sudah lebih dulu bersyahadat menginginkan adiknya menjadi Muslimah. Kakak iparnya pun menjelaskan Islam itu jalan yang lurus.
Meski, detik itu Jeny belum bisa menerima 100 persen. Dalam keyakinannya saat itu, saat seseorang lahir sebagai Katolik, sampai mati pun begitu. `'Jika bukan hidayah dari Allah SWT, mana saya tahu Islam jalan yang benar?'' kata Jeny.
Surah al-Fatihah, ungkap ibu tiga anak ini, secara tak sadar mungkin terekam dalam ingatannya saat mendengarkan orang-orang di sekitarnya shalat. Ia merasa hidayah Allah bisa jadi sudah datang sejak ia masih SMP. Sebab, saat ia mendengar takbir, ia selalu merinding sekujur tubuh. Namun, teman-teman Jeny sesama pemeluk Katolik meyakinkan itu karena keimanan Jeny kuat. `'Hidayah Allah mungkin memang sudah ada sejak dulu, tapi saya tidak tahu der-nya kapan,'' kata Jeny.
Kakak Jeny sudah lebih dulu menjadi Muslimah setelah bertanya-tanya mengapa agama mereka terdahulu memiliki tiga Tuhan. Jeny sempat memusuhinya saat itu. Adik Jeny juga akhirnya menjadi Muslimah setelah mengalami kejadian yang hampir mirip dengannya.
Masjid Al-Falah Meski saat itu tinggal di Yogyakarta, Jeny ingin bersyahadat di Masjid al-Falah di Surabaya. Masjid itu adalah masjid favoritnya sejak ia masih tinggal di Su ra baya. Sehari sete lah menyatakan keingin annya menjadi Musli mah, ia bersama sanak kerabatnya pergi ke Surabaya.
Saat masih anak-anak, Jeny penasaran dengan Masjid al-Falah. Nama masjid itu sering ia dengar dari pamannya yang seorang penceramah. Tak jarang, Jeny beserta kakak dan adiknya mendapatkan kue yang dibawakan sang paman dari pengajian di sana.
Entah mengapa juga kala itu Masjid al- Falah menjadi primadona bagi masyarakat sekitar permukiman Jeny. Ia akhirnya bisa melihat sendiri masjid yang sering didengarnya itu setelah menempuh perjalanan dari Yogyakarta. Ia bersyahadat pada Jumat saat usianya 24 tahun.
Dukungan Lingkungan Ayahnya sempat kaget putri keduanya ini menjadi Musli mah. Sanak keluar ga juga sempat mengi sukan Jeny hamil di luar nikah. `'Alhamdulillah itu tertepis sendiri,'' ung kap warga Cimanggis, Depok, ini.
Wanita kelahiran Su rabaya, 42 tahun lalu, ini bersyukur bahwa ke luarga dekat, rekan kerja, dan lingkungannya mendukung keislamannya. Jeny meminta teman-teman di tempatnya bekerja mau mengajaknya shalat. Sebab, ia masih belajar cara dan bacaan shalat. Permintaan itu dikabulkan teman-temannya. Ia berjuang juga menghafal surah-surah pendek. Beruntung, tidak ada teman-temannya semasa Katolik yang me musuhi.
Tak lama setelah berikrar syahadat, Jeny menikah dengan Yusuf Efendi. Sebelumnya, keduanya memang pernah dekat, namun sadar akan perbedaan keyakinan, pasangan muda-mudi itu memilih berpisah. Namun, namanya jodoh, melalui kakak iparnyalah Jeny akhirnya menikah dengan suaminya tersebut pada Juli 1996.
Sambutan yang baik dan hangat datang dari tetangganya di Yogyakarta. Saat Jeny menikah, keluarganya hanya mengundang tetangga dekat di lingkungan RT mereka.
Pada hari pernikahan, tetangga yang datang dua kali lebih banyak dari yang diundang karena mendengar Jeny menjadi Muslimah.
Pertolongan Allah, ungkap Jeny, yang membuat jamuan yang mereka siapkan cukup untuk semua tamu.
Meski sudah 18 tahun sejak bersyahadat, Jeny masih merasa banyak yang perlu di pelajari tentang Islam, termasuk memper baiki bacaan Alquran. "Sampai sekarang saya masih belajar banyak hal tentang Islam,"
kata wanita kelahiran Surabaya, 8 Desember 1971, ini.
Ingin rasanya Jeny menghilangkan nama `Theresia' yang merupakan nama baptis. Tapi, nama itu sudah terlanjut tertera di akta lahir, buku nikah, dan dokumen-dokumen lain. Jeny pun selalu terbuka untuk menjelaskan ia menjadi Muslimah karena hidayah Allah SWT kepada anak-anaknya sambil membimbing mereka untuk berteguh pada Islam sebagai jalan yang benar.Bukan hanya surah al-Fatihah, tubuh Jeny merinding bila mendengar kumandang takbir sejak di bangku SMP. rep:fuji pratiwi ed: nashih nashrullah