Sistem ketenagakerjaan yang dibangun oleh Islam, berdasar atas nilai-nilai transendental wahyu yang suci.
Oleh karena itu, menurut Guru Be sar Sosiologi Agama UIN Sunan Gunung Dja ti, Bandung, Nanat Fatah Natsir, sistem ke tenagakerjaan dalam Islam dalam bentuk apa pun operasionalnya tetap harus mencer minkan nilai-nilai enam subtansi tujuan syariah
Enam substansi tersebut yakni tidak menodai agama, tidak merusak jiwa, tidak me ru sak akal, tidak merusak keturunan dan kehormatan, tidak merusak harta, dan tidak merusak lingkungan." Sistem ketenagakerjaan harus dikembangkan sesuai dengan tujuan syariat Islam," kata mantan rektor UIN Bandung ini. Berikut perbincangan wartawan Republika Amri Amrullah dengan sosok yang juga menjabat sebagai presidium Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Pusat itu:
Seperti apa praktik yang dijalankan Ra sulallah SAW memperlakukan pekerja?
Tentu prinsip dasar yang diwajibkan Islam memperlakukan pekerja secara adil sehingga tidak terjadi penindasan antara majikan dan pekerja dan tentunya tidak merugikan pekerja dalam bentuk apa pun.Pekerja diperlakukan sebagai saudara sendiri bagaikan dirinya sendiri (kal-jasad al-wahid). Rasulullah menganjurkan dalam hadis, bayarlah pekerja sebelum keringatnya kering. Artinya Islam mengajarkan upah harus segera dibayar karena pekerja itu sangat membutuhkan.
Apa dan seperti apa sistem ketenagakerjaan dalam Islam ?
Dalam perspektif Islam, sistem ketenaga kerjaan harus dikembangkan sesuai dengan maqashid as-syariah (tujuan syariah Islam)yaitu harus memelihara dan melindungi kemaslahatan enam hal. Yaitu pertama melin dungi agama (hifz ad-din). Kedua, melindungi jiwa (hifz an-nafs). Ketiga, melindungi akal (hifz al-aqli). Keempat, melindungi keturunan dan kehormatan (hifz an-nasl wa al-'irdh).Kelima, melindungi harta (hifz al-mal). Dan keenam, melindungi lingkungan (hifz al-bi'ah).
Oleh karena itu, sistem ketenagakerjaan dalam Islam dalam bentuk apa pun opera sionalnya tetap harus mencerminkan nilai- nilai enam subtansi tujuan syariah tersebut untuk kemaslahatan dalam masyarakat.
Dengan demikian sistem ketenagakerjaan yang dikembangkan tidak menodai agama, tidak merusak jiwa, tidak merusak akal, tidak merusak keturunan dan kehormatan, tidak merusak harta dan tidak merusak lingkungan.
Bagaimana sumbangsih Islam dalam mem bangun ketenagakerjaan modern?
Dalam sejarah peradaban umat manusia, terungkap kontribusi Islam yang besar terhadap kemajuan peradaban. Pengaruhnya terasa hingga zaman modern (abad 9 M-abad 13 M) para sejarawan mengakui betapa besarnya karya-karya dan temuan dalam bidang ilmu dan teknologi, termasuk dalam sistem ketenagakerjaan.
Hal ini tidak terlepas dari semangat etos kerja yang tinggi dari umat Islam, karena bagi umat Islam kebahagiaan itu ada dalam bekerja keras dan kerja keras merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Karena itu, karakteristik hemat, rasional, efisien, produktif, disiplin dalam Islam merupakan satu keharusan karena merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
Apa prinsip ketenagakerjaan dalam Islam?
Dalam Islam, prinsip ketenagakerjaan ber lan daskan beberapa hal. Di antaranya, be kerja adalah ibadah untuk mencari keri dhaan Allah SWT, bekerja dilakukan untuk memberikan kemaslahatan sebanyak-banyak nya untuk manusia lainnya. Kemudian, Islam menekankan bekerja harus dila kukan secara professional, efisien, dan efektif. Bekerja di la kukan secara rasional, menekankan produktivitas, dan dilakukan secara disiplin.
Islam memandang ada dimensi ibadah dalam pekerjaan dan bekerja itu sendiri bisa dijelaskan?
Islam memandang bekerja itu merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT, asal niatnya karena Allah, dilakukan dengan benar dan profesional, tujuan mencari ridha Allah. Inilah yang disebut amal saleh, dalam Alquran Allah berfirman: "Katakanlah Mu hammad, wahai kaumku berbuatlah menurut keududukanmu, Aku pun berbuat, kelak kamu akan mengetahui." (QS az-Zumar: 39).
Di samping itu, bekerja merupakan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi (QS al-Baqarah :30) dan ditugasi untuk memakmurkan, mengelola, mengatur, menata, menguasai, memelihara, dan melestarikan bumi sebagai sarana untuk mencari rezeki berupa harta (QS Huud:61). Alquran menyebut amal saleh sebanyak 35 kali yang memberi syarat pentingnya beramal saleh, bekerja, dan beraktivitas sehingga terbentuk kemajuan peradaban.
ed: nashih nashrullah