Ahad 31 Aug 2014 17:50 WIB

Kaji Ulang PP Aborsi

Red: operator

PP Aborsi rawan disalahgunakan.

Polemik aborsi di Indonesia menjadi hangat kembali dalam satu bulan terakhir.Respons masyarakat yang beragam ini muncul setelah pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

PP ini kemudian telah melegalkan tindakan aborsi khususnya pada wanita korban kekerasan seksual dan bahaya kesehatan reproduksi.

Namun, upaya pemerintah untuk melindungi sebagian kasus aborsi yang sesuai menurut aspek kemanusiaan dan kesehatan itu banyak menuai penolakan di beberapa kalangan. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI)M Arief Rosyid Hasan, upaya pemerintah ini dapat dimaklumi selama pelaksanaannya dapat dipastikan tidak ada penyelewengan di lapangan.

Ia berpandangan, niat baik dari PP Aborsi yang diterbitkan pemerintah sebenarnya sudah mengatur dua jenis aborsi yang dibolehkan dalam dunia kedokteran. Di antaranya, alasan yang dibolehkan tersebut, terang dia, adalah karena alasan medis dan kriminal seperti pemerkosaan. Namun, secara tegas ia juga menekankan bahwa PP Aborsi yang diterbitkan pemerintah bisa menimbulkan permasalahan bila tidak diawasi dalam pelaksanaannya di lapangan.

Ini karena peluang aborsi disalah gunakan oleh para pelajar atau remaja bisa sangat besar.Terutama bagi mereka yang ingin menyelesai kan secara instan masalah pergaulan bebas yang telah dilakukan."Misalnya hamil di luar nikah," ujarnya.

Di sisi lain, aturan ini juga akan menghadapi kesulitan secara praktik untuk memutuskan bahwa apakah kandungan itu akibat perkosaan dan akan berpotensi mengganggu kesehatan maupun psikologis sang ibu.

Karena itu, ia menilai, seharusnya pemerintah menyiapkan regulasi dan perangkat pengawasan untuk meng awasi penyalahgunaan aborsi yang tidak sesuai dengan aturan tersebut.

Pengawasan ini harus melibatkan seluruh pihak, salah satunya menurut Arif adalah kerja sama pemerintah dengan organisasi pelajar, pemuda, dan kemahasiswaan.

Cara ini sangat dibutuhkan sebagai alternatif untuk mengedukasi pentingnya kesehatan reproduksi.Bagi remaja, terang dia, perlu diberi pemahaman bahwa sejak awal aborsi itu adalah tidakan yang tidak dibenarkan. Sehingga, peran keluarga sebagai pendamping akan menjadi penting, khususnya bila terjadi kasus kekerasan seksual atau masalah psikologis lainnya.

Bagi pelajar di sekolah, ia pun berharap adanya kemudahan akses edukasi bagi remaja, termasuk untuk mendapatkan layanan kesehatan reproduksi secara baik di sekolah. Dengan demikian, kata dia, negara tidak lepas tangan terhadap anak yang berada dalam kandungan hanya bagi mereka yang dilegalkan untuk aborsi, tetapi juga bagi mereka yang tidak masuk dalam jangakuan PP Aborsi.

Arif menegaskan, atas alasan medis dan kriminal pengaturan aborsi itu penting, tapi upaya penyadaran dan pemberdayaan terhadap remaja atau pemuda itu jauh lebih penting.

Boleh saja pemerintah mengatur tentang aborsi agar tindakan aborsi da pat dila ku kan secara aman. Ta pi, harus disa dari bahwa ada nya legalisasi terhadap aborsi berpotensi untuk ma kin maraknya penyimpangan di masyarakat.Namun, sikap berbeda dikeluar kan PB Pemuda Mus limin Indonesia.

Menurut Ketua PB Pemuda Muslimin Indonesia Mukhlis Zam-zami Anna dwi, PP Aborsi yang dikeluarkan pemerintah itu berten tangan dengan sila pertama dan sila kedua Pancasila.

Menurut dia, pemerintah seharusnya wajib membuat hukuman yang berat bagi pelaku perkosaan atau perzinaan di luar nikah.Dan, menekan angka kelahiran di luar nikah atau kasus akibat perkosaan, bukan malah melegalkan aborsi walau pun ada syarat dan ketentuannya. Ia menyangsikan PP yang melegalkan praktik aborsi ini akan sesuai dengan sasaran yang dituju, tapi sebaliknya PP ini malah akan menyemarakkan tingkat perkosaan dan meningkatkan perzinaan di luar nikah.

Menurut dia, tidak ada yang bisa menjamin bahwa adanya PP tersebut tidak bisa disalahgunakan untuk melegalkan seks bebas karena alasan aborsi karena kriminal. Terlebih tidak ada yang bisa mencegah calon pasien maupun para tenaga medis untuk melakukan malapraktik.

"Tanpa dilegalkan saja angka aborsi di Indonesia sudah terjadi 700 kasus aborsi perhari, bayangkan jika di legalkan?" ungkapnya. Karena itu, organisasi kepemudaan yang berada dalam lingkup ormas Syarikat Islam menentang keras PP Aborsi ini walaupun pemerintah sudah menerangkan persyaratan diboleh kannya aborsi dalam aturan itu.

Ia berharap, pemerintah segera mengevaluasi atas PP tersebut dan mela kukan evaluasi atas kinerja Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi yang diduga tidak responsif atas permasalahan aborsi di Indonesia. Pihaknya sedang mempelajari dan mempersiapkan data-data untuk membawa kasus ini ke PTUN. "Ini karena bertentangan dengan UU Pidana tentang Undang- Undang (UU Terkait)," terangnya. rep:amri amrullah ed: nashih nashrullah

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement