Ahad 07 Sep 2014 18:20 WIB

Selamatkan Generasi Muda dari Rokok

Red: operator

Perokok aktif didominasi kalangan usia muda.

Berbagai upaya dilakukan untuk menekan angka perokok aktif. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan No 28/2013 memberlakukan keharusan pencantuman gambar bahaya merokok pada kemasan produk mereka.

Kebijakan itu efektif per 24 Juni 2014.

Meski demikian, berbagai upaya itu tak terlalu signifikan mengurangi jumlah perokok, terutama dari generasi muda.

Data dari Global Adult Tobaco Survey pada 2011, Indonesia termasuk negara dengan tingkat perokok aktif yang tertinggi di dunia. Sebanyak 36 persen orang dewasa sebagian besarnya adalah usia remaja telah menjadi perokok aktif.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/ Yasin Habibi

Masyarakat dari Indonesian Young Pharmacist Group dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) melakukan aksi di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (1/6).

Fakta tersebut, menjadi perhatian banyak kalangan, termasuk dari para aktivis pemuda. Kekhawatiran itu antara lain tebersit dari Eksekutif Lembaga Hukum dan Hak Asasi Manusia (LH-HAM) Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM).

Direktur LH-HAM DPP IMM Fitrah Yunus mengatakan, kepedulian akan bahaya rokok ini harus terus ditumbuhkan di tengah masyarakat. Salah satu program yang dilakukan LH-HAM DPP IMM adalah memberi pelatihan advokasi kesehatan bagi generasi muda, seperti pelatihan yang berlangsung di Gedung Pusat Dakwah Pimpinan Muhammadiyah Jakarta, akhir Agustus.

Fitrah mengatakan, meski langkah ini dinilai belum mampu mengurangi perokok aktif, akan tetapi ia yakin kesadaran bahaya rokok itu tetap harus dilakukan, dan harus tetap dimulai dari generasi muda. Hal ini mengingat perokok aktif didominasi kalangan pemuda.

Dari sinilah ide dan gagasan pelatihan generasi muda peduli bahaya rokok bermula agar menjadi advokat ke sehatan di daerah dan lingkungan sekitarnya. "Sumbangan perokok aktif terbesar adalah generasi muda,"paparnya kepada Republika, Kamis (4/9).

Fitrah tetap yakin advokat kesehatan dari generasi muda, yang tetap peduli terhadap bahaya rokok ini setidak nya mampu menjadi agen perubahan bagi gerakan besar pemerintah menekan perokok aktif di Indonesia.

Ia memandang tidak ada upaya yang sia-sia untuk meningkatkan kesadaran bahaya rokok di masyarakat. Ia pun berharap setelah peserta mengikuti pelatihan advokasi kesehatan ini, peserta mampu menjadi agen antirokok di daerah.

Menurut dia, kegiatan ini baru langkah awal. Tujuan utamanya ada lah menciptakan advokat-advokat kesehatan, advokat kesehatan tentu harus mampu mengadvokasi masyarakat terhadap bahaya rokok. "Pelatihan ini tidak hanya sampai di sini," ungkapnya.

Cara ini, jelas Fitrah, akan menyinergikan langkah pemerintah yang telah tegas memaksa produsen rokok untuk memasang gambar mengerikan terkait bahaya rokok . Menurut dia, meski sebagian kalangan memandang gambar tersebut, tidak mampu menurunkan atau menghentikan kecan duan para perokok aktif. Namun, setidaknya upaya besar dan terus menerus menurunkan perokok aktif di Indonesia telah mulai bergulir.

Ia memandang, langkah selanjutnya selain pemasangan gambar bahaya rokok, sudah seharusnya mulai menaikkan harga rokok di tingkat konsumen. Yakni, dengan menerapkan harga rokok beberapa kali jauh lebih tinggi dari harga pasaran yang ada saat ini. Langkah ini, menurut dia, bisa jadi menjadi upaya yang cukup efektif, khususnya mencegah meningkatnya perokok aktif di kalangan remaja.

Ketua Umum DPP IMM Beni Pramula mengatakan, masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda saat ini dihadapkan dengan masalah besar, yaitu tingginya konsumsi rokok. Pada 2013, konsumsi rokok masyarakat Indonesia mencapai 302 miliar batang pertahun.

Ini menempatkan Indonesia sebagai negara perokok terbesar di Asia Tenggara. Untuk itu, ia berharap fakta ini perlu dikhawatirkan bersama.

Ia pun berharap, pemerintah mulai membuat regulasi tegas yang melarang pembelian rokok bagi remaja dan mereka yang berusia dibawah 18 tahun.

Dengan demikian, terang dia, pemerintah memberikan perlindungan bagi generasi muda Indonesia agar tidak terjebak dalam aktivitas perokok aktif.

Selain itu, perlu diberikan pengawasan dan sanksi tegas bagi produsen rokok yang tidak mematuhi aturan pemerintah terkait upaya menekan pertumbuhan perokok aktif. Pelatihan Advokasi Kesehatan Bahaya Rokok ini diikuti puluhan mahasiswa Universitas Muhammadiyah dari berbagai daerah di Indonesia, di antaranya, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universi tas Muhammadiyah Jakarta, dan Universitas Prof Hamka (Uhamka).

Mereka juga berkonsultasi dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk mempelajari bagaimana strategi IDI melakukan advokasi kesehatan dan sosialisasi bahaya rokok. Dengan pelatihan advokasi kesehatan ini, peserta dapat mempersiapkan diri menjadi agen kesehatan bahaya rokok.

Mereka pun ditugaskan menjadi relawan pembina kesehatan umum, melindungi orang terdekat dari bahaya asap rokok, serta menindaklanjuti program bahaya rokok pemerintah di masing-masing daerah.Konsumsi rokok Indonesia terbesar di Asia Tenggara mencapai 302 miliar batang per tahun. rep:amri amrullah ed: nashih nashrullah

Perlu Konsistensi

Memberi kesadaran bahaya rokok kepada masyarakat, bu tuh konsistensi. Menurut Direktur Lentera Anak Indonesia Heri Hariansyah, bila penyadaran merokok ini tidak diupayakan maka jumlah perokok terutama dari generasi muda akan terus meningkat. Artinya, semakin banyak anak-anak usia muda merokok.

Maka, konsumsi rokok akan mening kat terus dan jumlah perokok pasti meningkat.Ia mengungkapkan, saat ini industri rokok telah mengubah target pasarnya kepada orang dewasa ke pasar yang berusia lebih muda. Bahkan, di beberapa tempat, perokok aktif ditemu kan dari mereka yang masih sebagai siswa pada tingkat SD dan SMP.

Ini didukung dengan usaha industri rokok melalui CSR, dengan memberi beasiswa dan menda nai kompetisi-kompetisi olahraga dan pentas seni remaja, yang semestinya tidak ada istilah CSR untuk industri rokok kecuali mendanai pengobatan para korban rokok atau korban asap rokok orang lain (AROL).

Meski pemerintah telah berupaya menekan peningkatan perokok aktif, namun ia menilai, pemerintah masih terkesan lepas tangan terhadap tipu daya industri rokok yang memasarkan rokok dengan berlindung di balik ke giatan anak muda ini. Ia meni lai, pe me rintah masih belum menunjukkan komitmennya. Ka rena itu butuh pengen dalian dan tindakan lebih keras untuk meng hindari penambahan perokok aktif."Khususnya dari generasi muda,"tuturnya.

rep:amri amrullah ed:nashih nashrullah

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement