Islam berkembang pesat di Skotlandia.
Referendum Skotlandia, 18 September 2014, akan menjadi momentum bersejarah bagi warga Skotlandia. Mayoritas warga negara yang merupakan dari Inggris Raya tersebut, menolak mereka berpisah dari Inggris. Jumlah pendukung opsi ini mencapai 55 persen, sedangkan 45 persen lainnya mendukung kemerdekaan. Hasil ini sekaligus menandai dan mencegah terjadinya badai politik di Inggris.
"Kami lebih memilih persatuan dari pada perpecahan," kata kepala kampanye kelompok integrasi, Better Together, Alistair Darling, seperti dilansir dari Reuters pada Jumat (19/9). Menurutnya, referendum itu merupakan hari bersejarah bagi Skotlandia dan Inggris secara keseluruhan.
Foto:beutifulmosque.com
Keputusan tersebut disambut baik oleh warga dari berbagai kalangan, tak terkecuali komunitas Muslim. Seorang dokter gigi Muslim yang tinggal di Glasgow, Sobia Bhatti, menyatakan kepada Onislam.
net pada Selasa (16/9), ia awalnya yakin untuk berpisah alias memilih "Ya", namun akhirnya ia memilih opsi "Tidak". Ia beralasan, untuk memilih "Ya", risikonya akan jauh lebih besar daripada manfaatnya.
Meski, tak sedikit politikus yang meya kin kan manfaat besar di balik kemer dekaan tersebut. Politisi Skotlandia Alex Salmond, seperti dilansir dari The Huff Post, mengatakan bahwa Skotlandia meru pa kan negara kaya dan masuk jajaran salah satu negara terkaya di dunia. Mereka bisa meng hasilkan miliaran poundsterling hanya dengan mengembangkan hasil-ha sil alam, seperti industri gas, minyak, pari wisata, wiski, sektor keuangan, dan lain-lain.
Ia berkeyakinan, bila referendum tersebut disetujui oleh pemilih, Skotlandia akan menjadi negara baru merdeka terkaya di dunia. "Produk domestik bruto kami lebih tinggi dari Inggis, Prancis, dan Jepang," ujarnya.
Tetapi, kemerdekaan tersebut, menurut Batthi, tidak sepenuhnya menguntungkan bagi warga Muslim. Hal itu bisa mencer minkan perpecahan antara warga Asia Skotlandia dan komunitas Muslim Skot landia.
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh salah satu stasiun radio terkemuka di Asia, Awaz FM, pada Februari menyatakan bahwa 64 persen pendengar akan memilih "Ya" saat referendum. Selain itu, 32 persen lainnya menentang Skotlandia merdeka dari Inggris.
Namun, presentase penerimaan opsi kemerdekaan di kalangan umat Islam Skotlandia telah berubah beberapa bulan terakhir. Mengingat, hak-hak yang selama ini diberikan oleh Pemerintah Inggris Raya kepada umat Islam.
"Saya tidak melihat bagaimana dan di mana Skotlandia akan menemukan miliaran poundsterling. Apakah ini berarti kami akan kehilangan pengobatan gratis atau pendidikan gratis?" tanya Bhatti.
Ia mempertanyakan apakah saat merdeka nanti, Skotlandia akan memiliki harga pangan yang lebih tinggi. Juga, pemberlakuan paspor untuk setiap warga Skotlandia yang akan ke Inggris.
Berkembang pesat Agama Islam berkembang pesat di Inggris, terutama di Skotlandia. Berawal dari kebijakan Pemerintah Inggris yang membuka pintu imigrasi seluas-luasnya, gelombang Islam dari seluruh penjuru dunia pun turut serta masuk ke Skotlandia, terutama di Edinburgh.
Banyak alasan mengapa umat Is lam masuk ke Skotlandia, terutama di kota yang memiliki kastil indah, Kas til Edinburgh. Pertama, faktor per ekonomian. Seperti diketahui, pasca- Perang Dunia II, negara-negara Islam pecah. Situasi ini menyisakan dampak yang memprihantinkan. Kemiskinan dan hilangnya rasa aman dirasakan banyak warga Muslim. Ribuan Muslim akhirnya berbondong-bondong meninggalkan negaranya, seperti Pakistan, Bangladesh, India, atau negara-negara Islam lainnya, seperti Yaman dan Irak.
Kedua, pendidikan yang menjanjikan.Sejak dahulu, Inggris dan Skotlandia terkenal dengan dunia pendidikannya yang maju dan berkualitas. Dunia mengakui prestasi itu. Banyak pelajar Muslim memilih Edinburgh sebagai tempat kuliah S-1, S-2, maupun S-3. Beasiswa yang ditawarkan oleh Pemerintah Inggris menarik perhatian banyak pelajar Muslim.
Edinburgh pun menjadi salah satu pilihan pelajar dari negara-negara Muslim.Universitas Edinburgh sendiri letaknya bersebelahan dengan Masjid Central Edinburgh yang megah.
Ketiga, masalah perpolitikan. Tak sedikit imigran yang datang ke Skotlan dia merupakan para cendekiawan yang menentang kebijakan pemerintah negaranya. Beberapa di antara mereka memang dipaksa hengkang dari negara asalnya karena dianggap sebagai pengkhianat, pembantu, penjajah, hingga penjilat asing. Mereka pun terpaksa angkat kaki dari tanah kelahiran mereka.
Foto:wikipedia.com
Keempat, berdirinya Masjid Central Edinburgh. Secara tidak langsung komu nitas Muslim berkembang pesat sejak masjid yang terletak di Jalan Potterrow berdiri dan diresmikan pada 1998. Jika pada 1980-1990-an jumlah Muslim di Edinburgh masih terhitung ribuan, pada 2011 ini sudah menyentuh angka 10 ribuan.
Bahkan, pada 2014 jumlah umat Islam diprediksi mencapai 75 ribu jiwa. Sekira 40 persen dari mereka tinggal di Glasgow.
Muslim merupakan kelompok agama terbesar kedua di Skotlandia. Saat ini, Skotlandia sendiri memiliki setidaknya 30 masjid.
Muslim Skotlandia sebagian besar terdiri atas komunitas keluarga, pelajar dan mahasiswa, serta pekerja. Jumlah 75 ribu itu belum termasuk orang-orang Mus lim yang datang sebagai turis atau tamu atau wisatawan.
Setiap tahunnya, jumlah turis Muslim yang datang ke Inggris, termasuk Edin burgh, diperkirakan mencapai jutaan.Mereka berasal dari berbagai negara. Di Kota Edinburgh, selain turis Tiongkok, turis-turis dari Timur Tengah juga dengan mudah dijumpai.
Kehidupan multietnis dan agama di Edinburg berjalan harmonis. Komunitas satu dan lainnya yang berbeda suku dan agama hidup berdampingan dengan da mai. Umat Islam dan warga lokal saling menjaga toleransi satu sama lain. Seperti yang tampak di kantin Masjid Central Edinburgh. Aktivitas dari berbagai kalang an membaur di masjid kebanggaan warga Edinburgh itu.
Kemerdekaan Skotlandia bisa mencerminkan perpecahan antara warga Asia dan komunitas Muslim negara tersebut.
rep:c70 , ed:nashih nashrullah.