Ahad 19 Apr 2015 17:18 WIB

Pembaca Menulis

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,

Pahlawan Devisa yang Merana

Pahlawan devisa perempuan atau biasa disebut tenaga kerja wanita (TKW), kembali menjadi sorotan publik pekan ini, pascaeksekusi mati Siti Zaenab. Tanpa ada pemberitahuan sebelum nya, wanita yang sudah mendekam di penjara Madinah sejak 1999 tiba-tiba saja dieksekusi pada Selasa siang (14/4) waktu Indonesia, atau pukul 10.00 waktu Arab Saudi, di Madinah.

Siti Zainab dituduh atas kasus pembunuhan istri dari pengguna jasanya yang bernama Nourah Bt Abdullah Duhem al-Maruba pada 1999. Dia kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati atau qisas kepada Siti Zainab.

Dengan jatuhnya keputusan qishas tersebut, pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Namun, pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin al-Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil baligh.

Pada 2013, setelah dinyatakan akil baligh, Walid bin Abdullah bin Muhsin al-Ahmadi telah menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zainab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada 2013.

Kasus Siti Zainab menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Indonesia mengingat apa yang dilakukan Siti Zainab kepada majikannya sebagai wujud pembelaan diri atas kejahatan kekerasan yang telah dilakukan oleh majikannya. Ditambah lagi eksekusi mati tersebut tanpa pemberitahuan. Ini menyalahi Konvensi Wina dan tata krama diplomasi.

Terdapat 303 Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati sejak 1999 hingga 2011. Dari 303 orang, tiga orang telah dieksekusi, dua orang dicabut nyawanya di Arab Saudi, dan satu orang di Mesir. Malaysia menjadi negara yang memiliki daftar kasus WNI terancam hukuman mati terbanyak dengan 233 TKI.

Cina berada di peringkat kedua dengan 29 orang TKI dan Arab Saudi berada di peringkat ketiga dengan 28 orang TKI. Dari 303 TKI itu, 216 orang masih dalam proses pengadilan.

Permasalahan buruh migrant atau TKW, seolah menjadi permasalahan klasik yang belum menemui pemecahan. Kondisi dan keberadaan perempuan di ranah publik di Indonesia memang belum diperhitungkan dan masih termarginalkan.

Kondisi-kondisi seperti ini akhirnya memaksa perempuan tidak bisa medapatkan keleluasaan untuk bekerja pada sektor formal dengan maksimal karena persyaratan kualifikasi yang tidak mendukung mereka. Akhirnya, sektor- sektor informal, seperti sebagai buruh cuci dan pembantu rumah tangga yang dibidik kaum perempuan untuk bertahan hidup.

Keputusan bekerja di luar negeri meski juga hanya menjadi pembantu seolah kian diminati. Nominal gaji yang diperoleh cukup menjanjikan untuk bertahan hidup di negeri sendiri. Masalahnya, mereka belum mendapatkan bekal yang maksimal, pendidikan yang rendah seolah menjadi daya tawar yang rendah pula.

Pemerintah harus serius menciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan keterampilan supaya masyarakat usia produktif mampu mencipta kan lapangan pekerjaannya sendiri. Dan, tak kalah penting perlindungan hukum bagi para buruh migran tersebut.

Rizki Nurismarini Hadi Program Director Radio MQ 92,3 FM Yogyakarta

Orientasi Kuliah

Persiapan dila ku kan oleh Kemenristek Dikti bersama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) guna menyambut para calon pembaru tersebut di perguruan tinggi negeri (PTN).

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, terdapat tiga jalur yang dapat ditempuh oleh para siswa, yaitu SNMPTN, SBMPTN, dan UM. Selain itu, beberapa komponen, seperti nilai ujian nasional (UN), hasil akreditasi sekolah, serta rekam jejak alumni sekolah tersebut di PTN yang dituju, akan dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kelulusan mereka.

Di sisi lain, tingginya jumlah pengangguran terdidik menjadi salah satu persoalan serius yang di hadapi oleh bangsa yang besar ini. Jumlah lulusan perguruan tinggi yang dihasilkan setiap ta hunnya ternyata tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Akibatnya, perguruan tinggi pun tak jarang dijadikan kambing hitam karena dianggap hanya mampu melahirkan para pengangguran yang menjadi beban bagi masyarakat.

Padahal, persoalan yang sebenarnya bukan karena perguruan tinggi tidak mampu menyalurkan para lulusannya, tetapi tidak jelasnya orientasi yang dimiliki oleh para mahasiswa saat mereka memutuskan untuk duduk di bangku kuliah.

Jika kita amati, kebanyakan siswa yang memilih PTN tertentu, terutama PTN favorit, ternyata lebih dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menyandang status mahasiswa di kampus tersebut, bukan untuk menimba ilmu untuk dapat meraih cita- citanya. Mereka cenderung lebih memilih brand di bandingkan jurusan yang diminati.

Tak heran apabila strategi yang mereka gunakan pun adalah dengan cara memilih jurusan-jurusan yang sepi peminat dengan harapan mereka bisa lolos sekalipun jurusan tersebut tidak sesuai dengan keinginan mereka.

Adanya sarjana pertanian yang bekerja sebagai teller di bank atau sarjana hukum yang menjadi pedagang di pasar merupakan fenomena yang tak terbantahkan. Hal yang lebih tragis lagi, tidak sedikit dari lulusan perguruan tinggi kita yang menjadikan profesi pendidik sebagai pilihan terakhir karena tidak ada lagi lapangan pekerjaan yang tersedia. Bangsa ini sudah terlalu lama "berpuasa" untuk mendapatkan orang-orang yang kompeten dalam bidangnya.

Berdasarkan gambaran di atas, ada baiknya para calon mahasiswa tersebut sejak awal menentukan orientasinya untuk duduk di bangku kuliah.

Mengambil jurusan yang benar-benar diminati jauh lebih penting dari sekadar menyandang gelar mahaiswa di perguruan tinggi favorit.

Sekolah diharapkan mampu meyakinkan para siswanya bahwa status perguruan tinggi bukanlah penentu kesuksesan mereka di kemudian hari, tetapi kerja keras merekalah yang akan mengantarkan mereka ke puncak kesuksesan.

Dengan demikian, diharapkan di masa yang akan datang tidak lagi ditemukan sarjana-sarjana yang melakukan tindakan "malapraktik".

Ramdhan Hamdani Guru SDIT `Alamy Subang, Jawa Barat

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement