Bosnia Larang Penggunaan Jilbab
Dewan Peradilan Tinggi Bosnia mengeluarkan kebijakan melarang penggunaan simbol keagamaan untuk semua warga Negara, baik simbol Kristen maupun Islam. Aturan ini meliputi pelarangan penggunaan jilbab.
Akibat putusan ini, sekitar 2.000 umat Islam berunjuk rasa memprotes undang-undang tersebut. Mereka mengadakan aksi di ibu kota Bosnia Sarajevo dengan mengenakan jilbab.
Para demonstran berbaris selama satu jam dengan membawa spanduk bertuliskan "hijab adalah hak saya", "hijab adalah pilihan saya", atau "hijab adalah pengingat sehari-hari saya untuk bersikap objektif".
Dilansir dari CBN.com (9/2), salah seorang pengunjuk rasa, Samira Zunic Velagic, mengatakan, pelarangan ini menandakan serangan serius terhadap kehormatan, kepribadian, dan identitas Muslimah Bosnia.
Salah satu kekhawatiran terbesar demonstran adalah Muslimah berhijab akan kesulitan memperoleh pekerjaan akibat aturan itu. Ini artinya, negara mencabut hak Muslimah untuk bekerja.
Islam mewakili sekitar 40 persen dari 3,8 juta penduduk Bosnia. Sisanya, menganut Ortodoks atau Kristen Katolik.
Marniati, ed: Nashih Nashrullah
Muslimah Selandia Baru Santuni Tunawisma
Mahasiswi Muslimah Selandia Baru mengadakan aksi sosial untuk tunawisma. Bantuan ini tergabung dalam program amal yang diadakan satu bulan sekali.
Para mahasiswi Muslim ini memberikan bantuan berupa makanan dalam bentuk kemasan kepada tunawisma.
"Dengan adanya aksi ini maka warga Selandia Baru menjadi tahu akan citra Islam yang sesungguhnya," ujar Mufassir (19), seperti dilansir stuff.co.nz (9/2).
Dalam kesehariannya, para mahasiwi ini mengenakan jilbab, sehingga mereka sering kali memperoleh perlakukan diskriminatif. Tapi, dengan adanya aksi sosial ini, diharapkan warga Selandia Baru dapat memperlakukan Muslimah sama dengan perempuan lainnya. Aksi ini bukan hanya diikuti oleh mahasiswi.
Tetapi, juga diikuti oleh ibu-ibu maupun kalangan Muslim. Salah seorang tunawisma, Henare Mclean, mengaku senang dengan adanya aksi sosial ini. Ia dan teman-temanya mengapresiasi keinginan Muslim yang bersedia meluangkan waktu untuk mengadakan aksi sosial ini.
Pria yang telah hidup dijalanan selama enam tahun ini mengatakan, lewat aksi ini mereka menemukan keakraban antara tunawsima dan warga Selandia Baru lainnya. Ia berharap, aksi sosial ini sering dilakukan.
Marniati, ed: Nashih Nashrullah