REPUBLIKA.CO.ID,
`\'Makanan berlimpah, setelah berdoa kita makan bersama. Banyak warga dari luar desa yang ikut acara makan bersama ini,\'\' jelas Muchtar Baba, mantan hukum tua Desa Tumbak.
Makan bersama juga dilakukan di masjid pada malam tahun baru Hijriyah, selain selametan di hari-hari besar, sebagaimana halnya tradisi selametan di Jawa. Makan bersama di tahun baru ini sebagai ungkapan rasa syukur.
Resep masakan mereka telah bercampur.
Saat Lebaran, misalnya, ketupat lebaran tidak disantap dengan opor ayam seperti di Jawa atau di Kampung Jawa Tondano. Ketupat di Tumbak disantap dengan masakan laut. `\'Ikan dengan bumbu rica yang khas Minahasa, telah menjadi masakan khas di sini,\'\' ujar Kantan Daeng Istaba, warga Tumbak.
Pemanfaatan rica, menurut peneliti antropologi lingkungan Abriveno YL Pitoy, merupakan tradisi pegunungan di Minahasa. Rica digunakan untuk menghilangkan bau amis daging hewan buruan masyarakat pegunungan.
Tapi, kemudian telah diadopsi masyakarat pesisir di Minahasa.
`\'Di desa kami, para nelayan biasa bakar ikan segar di pantai sehabis melaut,\'\' ujar Whitney Ma nueke, warga Desa Lilang, desa di pinggir pan tai di Kabupaten Minahasa Utara, dalam bahasa Manado. `\'Kong colo-colo dabu-dabu yang praktis, tinggal iris-iris barito kong campur satu kali, yang dong bilang dabu-dabu lilang.\'\'
(Terus dicocol dabu-dabu yang praktis, tinggal iris-iris barito lalu dicampur, inilah yang disebut dabu-dabu lilang).
Whitney menyebut barito untuk menyingkat penyebutan bawang, rica, tomat, bahan utama dabu-dabu lilang. Nama lilang diambilkan dari nama Desa Lilang, asal dabu-dabu itu.
Pertemuan budaya pesisir dan pegunungan juga menghasilkan dabu-dabu roa, yaitu sambal yang bahannya dari rica dan ikan roa asap. Saya merasakan nikmatnya dabu-dabu roa saat makan siang di rumah Sekretaris Desa Touure di ka ki Gunung Soputan di Minahasa Selatan. Pemandangan gunung ini bisa dinikmati dari Tum - bak, indah di saat matahari akan tenggelam, dengan posisi matahari di sebelah kiri Soputan.