Pertanyaan: Ustadz, hukum berqurban dikatakan sunnah muakkadah, namun dalam kondisi tertentu hukumnya bisa berbeda. Mohon penjelasan.
Moh. Ilyas, Tangerang Selatan
Jawaban: Berqurban hukum asalnya sunnah muakkadah, yakni kesunnahan yang sangat ditekankan. Dan bagi Rasulullah Muhammad saw. adalah wajib sebagai kekhususan beliau. Ada kalanya hukumnya sunnah kifayah, yaitu bagi tiap-tiap muslim yang sudah baligh, berakal, dan memiliki kemampuan berqurban dan hidup dalam satu keluarga. Artinya jika ada salah satu anggota keluarga berqurban, maka gugurlah tuntutan untuk berqurban dari tiap-tiap anggota keluarga itu. Namun tentunya yang mendapat pahala qurban adalah khusus bagi orang yang melakukannya.
Hukum berqurban jatuh sunnah ‘ain yaitu bagi mereka yang hidup seorang diri, tidak memiliki sanak saudara. Atau dengan kata lain sunnah 'ain adalah sasaran kesunnahannya ditujukan pada individu atau personal semata.
Bagi yang memiliki harta yang lebih dari cukup, namun tidak mau berqurban, Imam Syafi’i menghukuminya makruh. "Saya tidak memberi dispensasi / keringanan sedikitpun pada orang yang mampu berqurban untuk meninggalkannya". Maksud perkataan ini adalah makruh bagi orang yang mampu berqurban, tapi tidak mau melaksanakannya. Bisa diperiksa di Iqna' II/278.
Walaupun hukum asalnya adalah sunnah, hukum berqurban bisa menjadi wajib yakni bagi mereka yang bernadzar mau berqurban. Maka konsekwensinya jika sudah menjadi qurban wajib.