Oleh: Neni Ridarineni -- "Hidup itu bagaikan lokomotif kereta api. Kita tidak tahu ke arah mana kita berjalan. Hidup kita sudah ada yang mengatur. Kita hanya mengikuti ke mana Allah SWT menggerakkan kita dan semua sudah diatur oleh-Nya. Saya dulu juga tidak tahu akan menjadi pengusaha seperti sekarang ini,'' kata Munief M Makki, pemilik perusahaan Almunief Group.
Mengenakan jubah abu-abu, berompi, dan berpeci putih, Munief dengan ramah menyapa tim Media Center Haji (MCH) Makkah yang berkunjung ke salah satu barak tempat penjualan kambing miliknya. Pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah, pada 1950 ini tampak sudah terbiasa dengan aroma kambing. Dia pun hafal di luar kepala berbagai jenis kambing yang dijual serta harganya. Padahal, Munief mengaku agak jarang datang ke tempat ini karena dia tinggal di Jeddah. Pengelolaan usaha penjualan kambing diserahkan kepada sejumlah karyawannya. Sebagian besar kambing yang dijual berasal dari Sudan.
Meski tampak sukses berbisnis ternak, dia mengaku, tidak tahu bagaimana usahanya bisa berkembang ke penjualan ternak. ''Semuaya mengalir begitu saja. Karena, sudah ada yang mengatur,'' tuturnya.
Pada 1968, ketika usianya 18 tahun, dia sudah meninggalkan Indonesia. ''Sejak lahir, saya sudah menjadi warga negara Arab Saudi karena ayah saya warga negara Saudi,'' katanya.
Munief pun sempat belajar ke London agar bisa belajar bahasa Inggris ''Karena bahasa Arab sulit, saya memilih belajar bahasa Inggris supaya bisa berkomunikasi dengan orang asing,'' kata dia sambil tersenyum.
Setelah kembali dari London, Munief mempunyai usaha di bidang kontraktor. Kini, sudah ada sekitar 20 perusahaan yang tergabung dalam Almunief Group, antara lain, perusahaan katering, kargo, dan penjualan kambing. Bahkan, dia berencana melakukan pengeringan daging kambing.
Dia telah mengusulkan kepada Pemerintah Indonesia dan kalau disetujui Majelis Ulama Indonesia (MUI) maka dam bisa dikirim ke Indonesia. Dia akan membantunya untuk diserahkan kepada para fakir miskin di Indonesia. ''Alatnya sudah ada dan kami sudah mencoba mengeringkan daging kambing dengan dibumbui garam dan kunyit. Bisa tahan dua tahun,'' ungkap dia.
Ayah dari lima anak ini setiap tiga bulan sekali datang ke Indonesia. Biasanya, kalau ke Indonesia dia selalu pulang ke Jatibarang, Brebes, untuk bertemu sanak saudara dan anak-anak yatim piatu yang tinggal di rumahnya. Panti asuhan yatim piatu tersebut dikelola Yayasan Panti Asuhan dan Pendidikan Munief M Makki.
''Kalau pulang ke Brebes saya tinggalnya di panti asuhan bersama anak-anak yatim piatu,'' tuturnya.
Di Brebes, ada puluhan anak panti asuhan yang diasuh Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu dan Pendidikan Munief M Makki. Yayasan ini juga memberikan pelatihan kepada para pemuda yang belum mempunyai pekerjaan.
''Kalau untuk menjahit, hanya kursus biasa dan mereka tinggal di rumah masing-masing,'' kata dia. Berbeda halnya dengan pelatihan di bidang pertanian, ada semacam pendidikan bagi anak-anak muda yang lamanya sekitar setahun, yakni tiga bulan teori dan sembilan bulan praktik.
Mereka tinggal di asrama dan semua dibiayai Yayasan Almunief. Sekarang, sudah ada sekitar 100 siswa yang belajar pertanian di yayasannya. Setelah lulus dan mereka belum ada pekerjaan, mereka akan ditampung untuk bekerja di salah satu perusahaan.
Ada juga anak panti asuhan yang sudah menyelesaikan studinya dan kini bekerja di perusahaan Almunief Group. Bahkan, guru-guru mengaji di sekitar Brebes yang tidak mendapat uang pensiun dari pemerintah, dia santuni setiap bulan.
Dana untuk Yayasan Panti Asuhan dan Pendidikan Almunief berasal dari keuntungan Perusahaan Almunief Group. ''Ya harus begitu, agar tidak lupa daerah asal.''