Assalamualaikum wr. wb.
Ustaz Bobby, di Arab Saudi jumlah orang kaya lebih banyak daripada orang miskin. Mayoritas mereka menjadikan kurban sebagai ibadah rutin tahunan pada Hari Raya Idul Adha. Karena kaya, satu individu bisa berkurban minimal satu ekor hewan. Bisa dibayangkan betapa melimpah daging kurban di sana, belum ditambah daging hewan dari dam haji. Masalah muncul di aspek pembagian, bagaimana daging kurban bisa dibagi-bagikan secara merata serta tepat sasaran? Terima kasih atas jawabannya.
Ngargana, Semarang, Jateng
Waalaikumussalam wr. wb.
Saudara Ngargana yang baik. Betul apa yang disampaikan Saudara itu. Problem yang terjadi di negara Arab Saudi membuat para ulama berijtihad mengenai kemungkinan distribusi daging kurban sampai ke tempat-tempat yang jauh.
Kasus berlimpahnya daging kurban di Saudi Arabia, justru semakin menyadarkan adanya ketimpangan kemakmuran antara satu kelompok manusia (misalnya dalam bentuk negara) dan kelompok manusia lain. Inilah barangkali di antara sekian banyak rahasia perintah kurban dari Allah SWT.
Ketimpangan ini menjadikan umat menyadari bahwa perintah berkurban sangat berkaitan dengan urusan sosial kemasyarakatan. Kurban tidak bisa dipandang hanya sebagai ungkapan ketaatan antara pekurban dengan Rabb-nya. Namun, lebih jauh merupakan ungkapan segitiga kasih sayang antara pekurban, Allah dan Rasul-Nya, serta masyarakat penerima daging kurban. Jika kita mampu menghikmahi kurban sampai sejauh itu, alangkah indahnya perintah Ilahi ini.
Kenyataannya memang ada satu riwayat, ketika Rasulullah melihat ada banyak fakir miskin di sekitarnya, beliau memerintahkan para sahabatnya untuk tidak menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari.