JAKARTA — Apa boleh buat, sebagian jamaah haji Indonesia harus berlapang dada untuk menempati pemondokan yang cukup jauh dari Masjid Nabawi, Madinah, dengan kondisi pemondokan yang kurang layak.
Kepastian mengenai hal itu diungkapkan Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) M Jasin saat dihubungi Republika, Kamis (18/9). Ia mengatakan, Kemenag tak sanggup menyediakan pemondokan atau hotel pengganti bagi lebih dari 17 ribu jamaah yang menjadi korban tindakan wanprestasi sejumlah majmuah di Madinah.
''Sudah dicarikan, tapi tidak ada karena semua hotel di area Markaziah sudah penuh," ujarnya. Selain itu, hotel-hotel yang tersisa telah habis disewakan kepada jamaah haji negara lain.
Sejauh ini, hal yang telah dilakukan untuk membantu para jamaah yang tinggal di luar Markaziah adalah menyediakan transportasi gratis berupa bus-bus coaster. Atas tekanan Pemerintah Indonesia, majmuah akhirnya bersedia menyediakan transportasi gratis tersebut. ''Tuntutan pemerintah telah dipenuhi sehingga permasalahan jarak bagi jamaah telah ditanggulangi.''
Jasin menegaskan, terjadinya wanprestasi majmuah secara besar-besaran di Madinah murni disebabkan oleh etiket para majmuah yang tidak baik. Mereka sengaja memindahkan jamaah Indonesia ke hotel yang harganya lebih murah lantas menjual hotel yang telah dikontrak pemerintah ke jamaah negara lain. "Itulah makanya tahun depan kita ubah total sistem penyewaan pemondokan di Madinah," katanya.
Sistem sewa hotel pada musim haji mendatang akan dilakukan selama satu musim haji, tanpa melalui majmuah. "Dengan begitu, ada kepastian, baik harga maupun tempat bagi jamaah, dan tidak akan dipindah-pindah seenaknya," ujar dia.
Selain itu, Kemenag tidak akan bekerja sama dengan majmuah yang tahun ini melanggar perjanjian. Menurut dia, kasus wanprestasi bukanlah pertama kalinya dialami jamaah haji reguler. Pada tahun-tahun sebelumnya pun, kerap terjadi kejadian serupa, namun tidak diekspos media. Namun, untuk tahun ini, kata dia, Kemenag harus "buka-bukaan" untuk mengawali pembenahan pemondokan haji.
Sebelumnya, sejumlah kalangan di Tanah Air menyampaikan keprihatinan terkait kasus wanprestasi ini. Ketua Umum PB Alwashliyah Yusnar Yusuf, misalnya, mendesak pemerintah untuk segera menyediakan hotel pengganti di dalam area Markaziah bagi 17 ribu jamaah dari 42 kloter itu. Penyediaan transportasi gratis, menurutnya, tidak logis. Sebab, butuh banyak kendaraan untuk melayani ribuan jamaah. "Diprediksi bakal semrawut, kenyamanan jamaah terganggu.''
Hal senada dikatakan anggota Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Syamsul Ma'arif. "Jangan memaksakan jamaah untuk berada di luar Markaziah," ujarnya. Ia pun menyarankan pemerintah segera mencari hotel di Markaziah sekalipun dengan harga tinggi. Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Ledia Hanifa Amalia pun melontarkan desakan yang sama. ''Pastikan jamaah mendapat tempat yang layak, secepatnya.''
Sementara, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Abdul Jamil, Rabu (17/9), meninjau langsung kondisi sejumlah pemondokan jamaah haji yang berada di luar Markaziah. Media Center Haji (MCH) Madinah melaporkan, Abdul Djamil mengunjungi dua pemondokan, yaitu Mabrusah 2 dan Qosor Adil. Dua pemondokan ini berjarak lebih dari 650 meter dari Masjid Nabawi dan kondisinya cukup memprihatinkan. rep:c78 ed: wachidah handasah