Oleh Neni Ridarineni -- Sepasang suami istri jamaah haji asal Indonesia tampak kebingungan saat berada di perempatan lampu merah yang berjarak sekitar 500 meter dari Masjidil Haram.
Mereka hanya menggunakan kartu pengenal yang dikalungkan dengan bertuliskan PT Arroyan Tour and Travel. Kedua jamaah itu tak mengenakan gelang haji. Mereka mengaku tinggalnya di sekitar Masjidil Haram. Mereka tinggal seperti di rumah penampungan selama berada di Kota Makkah.
Lantaran lokasi tempat tinggalnya tak jelas, kedua jamaah haji yang berasal dari Jawa Timur langsung dibawa ke kantor Daerah Kerja (Daker) Makkah. Ternyata, sepasang suami istri ini termasuk jamaah haji nonkuota.
Mereka tidak tahu termasuk jamaah haji nonkuota yang tidak terdata, baik di Kementerian Agama maupun Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).
"Saya kebetulan ditawari oleh Pak Kiai untuk menunaikan ibadah haji dan bisa berangkat tahun ini dengan membayar Rp 80 juta per orang. Waktu itu kami membayar Rp 160 juta untuk berdua, yang membiayai anak-anak,'' ungkap ayah dari delapan anak yang tak bersedia disebutkan identitasnya itu.Hanya dalam waktu tiga bulan, kata dia, pengurusan visa langsung keluar.
Suami istri ini berangkat dari Bandara Juanda Surabaya pada Kamis (18/9) bersama rombongannya sebanyak 18 orang. Mereka sempat transit di Singapura. Lalu, dari Singapura terbang menuju Abu Dhabi. Setelah itu, mereka terbang ke Jeddah, Arab Saudi.
Sesampainya di Jeddah, rombongan suami istri ini dijemput bus kecil menuju rumah seseorang yang mereka sebut sebagai kiai di Makkah. Setelah itu, sepasang suami istri ini bersama rombongannya dijemput dan dibawa ke penginapan.
"Penginapannya lebih bagus daripada rumah saya dan seperti rumah penampungan,'' ungkap jamaah haji ini.
Tim dari Seksi Perlindungan Daker dan beberapa wartawan MCH akhirnya ikut mengantarkan kedua pasangan suami istri ini untuk mencari peng inapan mereka. Pada Jumat (19/9), sekitar pukul 23.00, pencarian pun mulai dilakukan. Akhirnya, pada Sabtu (20/9), sekitar pukul 01.30, penginapan mereka ditemukan.
Pemondokan mereka masuk gang di sekitar pemakaman Ma'la dan dekat Masjid Jin. Saat mau masuk ke dalam penginapan, yang tampak dari luar hanya sebuah pintu besi. Untuk menuju ke kamar, melewati lorong kecil bertangga dan bau kotoran.
Kamarnya tampak tak layak sama sekali, hanya ditutup kain gorden dan satu kamar berupa los yang berisi delapan tempat tidur yang saling ber dempetan. Kamar tak ber-AC, melainkan hanya ada kipas angin, kasurnya tipis, dan sebagainya. Kamar mandi hanya satu, ada di luar kamar.
Kepala Seksi Perlindungan Daker Makkah Jaetul Muchlis menyayangkan adanya jamaah haji nonkuota yang menem pati pemondokan tidak layak. Padahal, mereka sudah membayar mahal untuk bisa menunaikan ibadah haji.
"Yang dikhawatirkan pemerintah, mereka tidak mendapat fasilitas yang layak dan tak mendapatkan pembimbing ibadah. Seperti halnya penginapan yang ditinggali kedua pasangan jamaah haji dari Jawa Timur ini sangat tidak layak," tutur Jaetul Muchlis.
Ia mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati kepada penyelenggara ibadah haji yang mengiming- imingi tawaran tak perlu antre. "Sebaiknya bersabar untuk mengantre sesuai dengan kuota."