JAKARTA - Ditemukannya jamaah haji nonkuota dengan kondisi memprihatinkan di Tanah Suci mendapat sorotan berbagai pihak, termasuk pemerintah. Untuk mencegah terulangnya kejadian ini di masa mendatang, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin meminta Pemerintah Arab Saudi tidak terlalu mudah menerbitkan visa nonkuota.
''Tentu kita tidak mengintervensi mereka, tapi setidaknya perlu ada pengetatan pengeluaran visa, tidak saja dari Indonesia, tapi juga dari negara-negara lain, karena ada modus mereka berangkat dari negara-negara lain," kata Menag, seperti dilansir Media Center Haji (MCH), Ahad (21/9).
Sejauh ini, kata dia, pihaknya sudah beberapa kali berbicara dengan Duta Besar Arab Saudi di Indonesia agar Pemerintah Indonesia setidaknya diberi tahu siapa saja yang mendapatkan visa nonkuota ini, misalnya tamu-tamu undangan dari Raja atau Pemerintah Saudi.
''Tapi, kasus yang terjadi ini kan mereka yang di luar itu. Yang saya khawatirkan, dan ini sedang kita dalami betul, bahwa ada oknum-oknum tertentu yang bermain untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan menggunakan fasilitas pengeluaran visa nonkuota," kata Menag.
Menag mengakui, Pemerintah Saudi memang memiliki kewenangan penuh untuk menerbitkan visa kepada siapa pun meskipun itu visa nonkuota. ''Kita meminta agar ada pengetatan, lebih selektif betul. Dan pengeluaran visa ini tidak hanya dari Tanah Air tapi juga dari negara-negara lain.''
Menag juga mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati, tidak mudah tergiur dan teperdaya dengan janji-janji muluk untuk berhaji secara cepat apalagi dengan biaya berlipat-lipat kali lebih mahal.
"Jadi, ongkos haji (reguler) itu Rp 35-36 juta, tapi kemudian kalau ada yang menawarkan sampai Rp 80 juta, menurut saya ini harus dicurigai kalau itu bukan penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK).''
Sebelumnya, ditemukan sepasang suami istri jamaah haji nonkuota tersesat di perempatan lampu merah yang berjarak sekitar 500 meter dari Masjidil Haram. Mereka kemudian dibawa ke kantor PPIH Daerah Kerja Makkah. Selain kedua jamaah itu, rupanya ada belasan jamaah haji nonkuota lainnya yang tinggal dalam pemondokan dengan kondisi sangat memprihatinkan. Sekamar berisi delapan orang dengan satu kamar mandi.
Mereka mengaku membayar Rp 80 juta per orang kepada pihak tertentu agar bisa menunaikan ibadah haji. Selain pemondokan yang tidak layak, mereka tidak didampingi pembimbing ibadah, tim kesehatan, dan jaminan asuransi.
Koordinasi
Terkait penelantaran jamaah haji nonkuota ini, Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Slamet Effendy Yusuf meminta Pemerintah Indonesia melakukan koordinasi dan berbicara dengan Kedubes Arab Saudi di Jakarta mengenai pemberian visa kepada jamaah nonkuota.
''Kedubes Arab Saudi bisa menjelaskan jumlah visa yang diberikan dan kepada siapa diberikan sehingga selanjutnya bisa dicarikan solusi yang bagus,'' kata Slamet, di Makkah, seperti dilansir MCH.
Yang menjadi masalah, lanjut dia, para jamaah haji nonkuota ini berangkat ke Tanah Suci tanpa fasilitas. Hal itu bisa menyulitkan, terutama saat puncak haji di Padang Arafah karena belum jelas bagaimana tenda penginapan dan makanan untuk mereka. rep:zaky al hamzah (Jeddah, Arab Saudi) ed: wachidah handasah