Ada seorang jamaah perempuan berusia lanjut, sebut saja nenek Aminah (80 tahun). Dia dirawat di Intensive Care Unit (ICU) Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Makkah, Arab Saudi. Karena penyakitnya, oksigen dan beberapa peralatan untuk memonitor kesehatan terpasang di tubuhnya.
Meskipun demikian, nenek tersebut selalu menunaikan shalat wajib tepat waktu. "Padahal, kondisinya sangat parah. Tetapi, nenek itu tetap menunaikan kewajibannya tanpa disuruh dan selalu berzikir, pasrah, dan sabar,’’ kata Siti Munawaroh, mahasiswi Mesir dari Indonesia yang merupakan tenaga musiman (temus) yang bertugas sebagai Pembimbing Ibadah Jamaah Uzur (Piju).
Dia mengaku, mendapat banyak pelajaran yang berharga dari para pasien yang ditemuinya. Setiap mau shalat lima waktu, Neneng, panggilan akrab Siti Munawaroh, selalu membantu nenek Aminah untuk bertayamum karena kondisi penyakitnya menyebabkan dia tak bisa bertayamum sendiri.
Foto:Republika/ Tahta Aidilla
Calon jamaah haji kloter 48 memasang gelang diaula asrama haji, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/9).
"Mungkin, karena kepasrahannya yang membuat nenek tersebut cepat pulih kesehatannya. Dia di ICU hanya dua hari dan dua hari di ruang rawat inap,’’ ungkapnya.
Berbeda lagi dengan seorang pasien yang juga dirawat di ruang rawat inap BPHI Makkah. Sebetulnya, dia menilai penyakitnya tidak parah, tetapi karena tidak punya semangat untuk hidup dan dituntun untuk shalat juga sulit, penyakitnya semakin memburuk, ungkap Neneng. Dia mendapat tugas di ICU dan ruang rawat inap perempuan di BPHI Makkah.
Neneng baru tahu kalau dia ditunjuk menjadi petugas Piju setelah sampai di kantor Daker Makkah. Dia mendapat beasiswa untuk studi S-2 di Mesir. Dia bersama tiga mahasiswa lainnya ditunjuk menjadi petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2014 ini.
Sebelum berangkat dia sudah bertanya kepada kakak kelasnya yang di Mesir yang pernah menjadi petugas PPIH. "Mahasiswa Indonesia di Mesir setiap tahun selalu mendapat giliran menjadi petugas PPIH dan kebetulan kakak kelas saya juga ditugaskan sebagai Piju. Sehingga, saya sudah mendapat gambaran tugas yang akan saya kerjakan,’’ ujarnya.
Dengan berbekal ilmu agama, dia bersama empat mahasiswa lainnya (tiga dari Mesir dan seorang dari Sudan) menjadi petugas Piju. Mereka bertugas untuk mengurus ibadah sehari-hari para pasien usia lanjut di BPHI, termasuk shalat lima waktu dan mencari atau mengecek siapa saja pasien yang belum melaksanakan umrah wajib.
Naser, mahasiswa Indonesia di Sudan yang juga ditugaskan sebagai Piju mempunyai pengalaman yang berbeda dengan Neneng. Kebetulan dia bertugas menangani jamaah haji lanjut usia dengan keluhan demensia (kepikunan).
"Saya punya pengalaman baru, ternyata orang tua yang sudah lanjut usia itu punya dunia yang berbeda. Sifatnya kembali ke anak-anak lagi. Saya agak kaget ketika pertama kali bertemu dengan Pak Munir, jamaah haji lansia yang menderita demensia,’’ ungkap dia.
Di samping pasien demensia, Naser juga menangani jamaah haji yang lebih muda yang mengalami gangguan jiwa. "Kalau masih muda, biasanya histeria. Mungkin, saat dia datang ke Arab Saudi belum siap mentalnya, menghadapi cuaca yang berbeda dengan di Indonesia, budaya, dan lingkungannya pun berbeda,'' ujarnya.
Perilaku pasien yang lebih muda bermacam-macam, kata Naser. Menurutnya, ada pasien gangguan jiwa yang perilakunya hanya diam saja, matanya dalam keadaan kosong, dan ada juga yang berteriak-teriak dan cenderung berontak. Dengan berbagai perilaku gangguan jiwa dari jamaah, BPHI pun mempersiapkan ruang khusus untuk pasien yang mengalami demensia maupun gangguan jiwa. rep:neni ridarineni ed: dewi mardiani