Ahad 12 Oct 2014 14:15 WIB
Kabar dari Tanah Suci

Shalat Dhuha di Jabal Nur

Red: operator

Oleh Zaky Al Hamzah(Wartawan Republika) -- "Saudara kaum Muslim yang berbahagia: Nabi Muhammad SAW tidak menganjurkan kita untuk naik ke atas gunung ini. Begitu pula shalat, mengusap batunya, mengikat pohon-pohonnya, dan mengambil tanah, batu, dan pohonnya. Dan kebaikan adalah dengan mengikuti sunah Nabi SAW, maka janganlah Anda menyalahinya."

Begitulah kalimat yang tertulis di papan pengumuman yang resmi dikeluarkan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi saat saya menje jakkan kaki di jalan yang menuju lereng Jabal Nur (Gunung Cahaya). Imbauan ini ditulis dalam beberapa bahasa, yakni Arab, India, Inggris, Cina, dan Indonesia. Gunung ini menjadi lokasi keberadaan Gua Hira.

Meski ada larangan tersebut, namun jamaah haji dan penapak tilas seperti tidak memedulikannya. Peringatan tersebut tidak mampu mengurangi minat jamaah haji dari berbagi negara untuk menapaktilasi apa yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW, lebih dari 14 abad yang lalu. Saya sendiri mengunjungi gunung ini untuk menjalani napak tilas perjuangan Nabi Muhammad SAW kala ber- tahannus(berdiam diri sebelum dan sesudah menjadi nabi dan rasul).

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Heri Ruslan/Republika

Seorang jamaah haji asal Bangladesh sedang berdoa di puncak Jabal Nur, sebuah bukit berjarak enam kilometer dari Masjidil Haram.

Perjalanan napak tilas ini saya lakukan setelah menyelesaikan rangkaian ibadah haji Armina (Wukuf di Arafah, Mabit di Muzdalifah, Mabit dan Lon tar Jumrah di Mina), tepatnya Selasa (7/10) pagi. Saya berangkat sekitar pukul 08.10 pagi dan tiba di lereng gunung pukul 08.30. Beberapa menit sebelum tiba di gunung ini, saya sudah melihat pemandangan indah Jabal Nur dari Kota Makkah. Lokasi gunung ini terletak lima kilometer di utara Makkah atau hanya 10 menit dari Kantor Misi Haji Indonesia di depan pintu keluar Terowongan King Fahd.

Tinggi gunung ini mencapai 281 meter dengan panjang pendakian sekitar 645 meter. Sebenarnya tidak ter lalu tinggi. Khususnya bagi yang gemar hiking di pegunungan. Medannya pun lebih ringan, karena sudah ada tangga berbahan semen dengan jarak antaranak tangga sangat dekat, dan di pinggir tangga disediakan tempat duduk, sehingga tak membuat lelah jamaah haji atau penapak tilas naik ke atas gunung ini.

Hal ini berbeda beberapa tahun silam, yang medannya cukup berat karena belum ada anak tangga ber bahan semen. Kalau beberapa tahun silam, untuk naik ke gunung ini, penapak tilas harus mendaki bebatuan yang terjal dengan sudut kemiringan yang cukup tajam. Namun, kini lebih nyaman.

Mes ki demikian, bagi penapak tilas yang tak terbiasa naik atau memiliki fisik lemah, naik gunung ini tetap melelahkan.

Saya bersyukur. Selain fisik tetap prima pascarangkaian ibadah haji, saya dan istri terbiasa berjalan kaki minimal tiga kilometer setiap dua-tiga kali dalam sepekan di kompleks perumahan di Kota Depok, Jawa Barat.

Aktivitas rutin jalan kaki ini jadi bekal saya naik ke Jabal Nur. Insya Allah, saya sendiri bisa menyelesaikan berjalan hingga ke Gua Hira sekitar 30 menit atau naik turun kembali sekitar satu jam perjalanan.

Di sepanjang pendakian, saya menjumpai sekitar 10-12 peminta- minta. Tujuh di antaranya bertubuh cacat. Ada yang kedua tanggannya buntung atau tangan dan kakinya buntung.

Spontan, sudah menjadi kebiasaan bersedekah, saya berikan sejumlah uang riyal kepada mereka. Senyum mereka mengembang dan mendoakan saya. Saya pegangi tubuhnya, saya rangkul tangan buntungnya.

Sayangnya, di sekitar Jabal Nur sana-sini terdapat banyak coretan yang sebenarnya tidak perlu ada di situs bersejarah semacam Gua Hira. Selain di tangga jalur naik, coretan banyak terlihat di batu-batu gunung.

Ada pula stiker kampanye dari salah satu caleg di Indonesia.Sekitar 300 meter dari puncak gunung, ada warung yang menye diakan tempat duduk. Saya ngasosejenak dan menukarkan uang riyal untuk sedekah. Nihil. Mereka tak berkenan menukarkan uang kecil.

Di puncak Jabal Nur saya mendapati mushala tanpa atap. Mushala sederhana ini hanya berkapasitas 12- 15 orang.  Sayangnya, tak disediakan air untuk berwudhu. Beberapa jamaah haji berwudhu dengan air dari botol minuman. Saya pun menyempatkan shalat dhuha di mushala ini dan mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua, keluarga rekan, sahabat dan mereka yang berharap ingin berhaji. Doa sama yang saya panjatkan saat wukuf, mabit di Mina dan usai tawaf di Ka'bah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement