Kamis 19 Jun 2014 15:00 WIB

Untuk Bersaing, Tenaga Kerja Perlu Bersertifikat

Red:

BANDUNG –– Persiapan negara dalam mengahadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015 mendatang dinilai terlambat. Dian Ediana Rae, Kepala Perwa kikan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat dan Banten) pernah mengatakan (17/6), bahwa persiapan seharusnya sudah dilakukan sejak Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) didirikan pada 1 Ja nuari 1995.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Wawan Ridwan juga me ngatakan hal serupa. Ia menyoroti khususnya dalam hal tenaga kerja. Menurutnya tenaga kerja di Indo nesia tidak cukup hanya memiliki kompentensi. "Kabarnya 60 persen sudah punya kompetensi, tapi apa buktinya? Harus ada serifikat," katanya.

Ia menilai Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) harus dimiliki semua tenaga kerja. Sertifikat ini menurut Wawan penting agar te naga kerja lokal tidak menjadi kuli di negaranya sendiri. Mereka juga harus mendapatkan pekerjaan yang baik, dengan telah memiliki bukti kompetensi. Menurutnya ja ngan sampai tenaga kerja di negara ini dipenuhi oleh tenaga kerja dari luar.

Ia mengatakan bahwa kini pihaknya bersama Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Barat tengah mendorong hal itu. Dalam usahanya, mereka bekerja sama pula dengan perguruan tinggi, lembaga konsultan, dan lembaga sertifikasi nasional. Di Jawa Barat sen diri, proses pemberian seritifikasi ini diprioritaskan di daerah sentra industri, seperti Bekasi dan Karawang.

Pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat sendiri mengatakan proses pemberian sertifikasi telah dilaku kan sejak 2010. Beberapa bidang yang banyak diajukan oleh masyarakat biasanya adalah otomotif, pariwisata, tata boga, garmen, kom puter, las, instalasi listrik, te naga laboratorium kimia, dan kecantikan (spa). "Tenaga garmen, tata boga untuk hotel, otomotif, dan komputer itu biasanya yang paling banyak dicari," ujar Ismet Melik, Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Tenaga Kerja, Disna kertrans Jawa Barat di Bandung, Rabu (18/7).

Pihaknya menerapkan sistem paket dalam pemberian sertifikat. Satu paketnya terdiri dari 20 orang peserta. Sedangkan dalam setahun ia mengatakan baru bisa melulus kan sebanyak 13 paket. Ismet mengakui bahwa program sertifikasi ini terhambat oleh keterbatasan dana. Untuk uji kompetensi per orangnya membutuhkan biaya sebanyak Rp 5 juta. "Seperti las itu kan mahal harganya, kalau bidang yang lain per orang rata-rata Rp 2 juta," ungkapnya.

Selain itu, belum semua kabupaten/ kota memiliki Tempat Uji Kompetensi (TUK) juga menjadi hambatan dalam sertifikasi tenaga kerja, khususnya di Jawa Barat. Pa dahal idealnya masing-masing daerah harus memiliki TUK di setiap bidangnya.

Hal ini berkaitan dengan proses penyelenggaraan yang membutuh kan waktu empat hari, yaitu dua hari pembekalan dan dua hari uji kompetensi. Selama ini pihaknya belum bisa menyediakan tempat menginap bagi para pemohon yang berasal dari luar kota. Ditambah lagi, untuk lisensi TUK sendiri membutuhkan dana sebesar Rp 8 juta. Menurutnya tempat yang di ja dikan uji sertifikasi juga harus diakui, paling tidak secara nasional. "Di Jawa Barat paling susah TUK bidang instalasi listrik, cuma ada satu di Kota Bandung," katanya.

Ia sendiri berharap bahwa tahun 2015 nanti dapat meluluskan 25 paket tenaga kerja yang bersertifikat. Ia mengaku akan terus meng optimalkan hal ini, terutama menjelang AEC 2015. "Karena ini bukan pelatihan jadi benar-benar dicari yang kompeten," tambahnya. rep:c69, ed: rachmat santosa

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement