Jumat 25 Jul 2014 14:00 WIB

Hari Anak Nasional Ribuan Anak Terlantar

Red:

BANDUNG –– Kemiskinan masih menelikung kota dengan julukan Parisj Van Java, Bandung. Setidak nya, ini tercermin dari masih ba nyak nya anak-anak penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang berkeliaran di jalanan. Jumlah mereka mencapai 8.678 anak.

Hal itu berdasarkan data terakhir Dinas Sosial Kota Bandung pada 2012. Jumlah itu terbagi men jadi enam kategori. Sebanyak 354 di katakan sebagai balita terlantar. Jumlah yang fantastis sebanyak 5.848 adalah anak terlantar. Untuk anak yang berhadapan dengan hukum berjumlah 57 anak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:FANNY OCTAVIANUS/ANTARAFOTO

Anak-anak dari keluarga pengikut kepercayaan Sunda Wiwitan mengikuti peringatan Hari Anak Nasional dari Kelompok Minoritas di gedung LBH Jakarta, Sabtu (27/7).

 

Data juga menyebutkan, yang masuk dalam kategori anak jalanan berjumlah 2.162. Lalu anak yang menyandang disabilitas sebanyak 106 anak. Sedang yang memerlukan perlindungan khusus sebesar 151 anak.

"Ada anak terlantar dan ditelantarkan. Anak terlantar itu kadang masih ada orangtuanya," kata Sekretaris Dinas Sosial Kota Bandung, Medi Mahendra, Rabu (23/7). Dia men contohkan anak terlantar seperti ibu yang menolak menyusui karena takut payudaranya rusak, itu bisa dilaporkan. Sedangkan anak ditelantarkan, itu biasanya betul-betul di buang orangtuanya.

Dikatakan Medi, persoalan paling mendasar adalah Kota Bandung awalnya tidak didesain menjadi kota metropolitan seperti sekarang ini. Pemerintah Hindia Belanda mempersiapkan Bandung sebagai tempat berlibur dan transit.

Pada perkembangannya, kata dia, ternyata terjadi peningkatan jumlah penduduk yang fantastis. Hal itu akhirnya tidak memberikan ruang yang layak untuk tinggal bagi warga Bandung. Begitu kompleksnya masa lah sosial yang terjadi terkait terba tasnya ruang terbuka yang ada.

Misalnya, untuk kasus anak jalanan. Berdasarkan fakta, Medi mengatakan, bahwa anak yang turun ke jalan biasanya masih duduk di bangku sekolah. Fenomena yang menarik, menurutnya, bahwa awalnya mereka tidak pernah berpikir untuk turun ke jalan.

Namun, di lingkungan tempatnya tinggal, tidak tersedia ruang publik untuk berinteraksi sosial. Akhirnya mereka mencari itu di jalanan. "Ke tika melihat di jalanan sudah ada anak yang lebih dulu di sana, akhirnya tertarik. Karena selain bermain mereka juga dapat penghasilan," ujar Medi.

Selain tidak ada ruang terbuka bagi anak, dia menilai, ini juga terkait persoalan hedonis. Anak yang turun kejalan, karena ingin mencari uang untuk mengganti telepon genggam atau menambah uang untuk jajan.

Ia pun menyoroti masalah intern dari keluarga terkecil. Menurutnya, anak jalanan muncul dari keluarga yang berpendidikan rendah. Selain itu ada faktor juga dari lingkungan ke luarga yang kurang kondusif, se hingga anak mencari kenyamanan di luar. "Dulunya bisa jadi, si orangtua pernah turun ke jalan juga," ujar Medi.

Untuk mengatasi itu, harus se cara bertahap mencari formulasi tepat. Diharapkan, nantinya dapat membangun rasa malu pada mereka untuk turun ke jalan. "Anak jalanan harus diberikan alternatif, agar merasakan bahwa ada kegiatan yang lebih mulia daripada di jalanan selama ini," katanya.

Seperti yang dilakukan pihak Dinsos sebulan yang lalu. Mereka mengadakan workshop bagi 100 anak jalanan. Workshop itu meliputi tata boga, tata rias dan musik. "Kita kasih modal, mereka sekarang sudah punya produk kue kering, malah kita beri kesempatan juga untuk bikin lagu, Agustus besok akan ditam pilkan dalam Festival Anak Jalanan," kata dia.

Namun, dia berharap, ada banyak bantuan dari semua pihak untuk mengatasi masalah PMKS. Termasuk masyarakat yang tidak lagi beranggapan memberi sedekah di jalan sama dengan membantu. rep:c69, ed: agus yulianto

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement