CIREBON –– Persoalan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM) telah menghantam industri furnitur rotan di Kabupaten Cirebon. Dampaknya, volume ekspor rotan yang sempat meningkat pasca-penutupan keran ekspor bahan baku rotan, kini kembali turun.
Ketua Masyarakat Pekerja Peng rajin Rotan Seluruh Indonesia (MPPRSI) Badrudin menyebutkan, volume ekspor furnitur rotan dari Kabupaten Cirebon dalam empat bulan lalu mencapai sekitar 2.200 kontainer per bulan. Namun sejak TDL naik beberapa waktu lalu, vo lume ekspor rotan menurun menjadi 1.500 kontainer per bulan.
"Padahal volume ekspor sudah membaik, tapi sekarang turun lagi," ujar Badrudin, kepada Republika, Rabu (3/9). Meski pencapaian eskpor empat bulan lalu masih belum seperti masa kejayaannya yang mencapai 4.000 kontainer perbulan, namun tetap lebih tinggi dibandingkan saat ekspor bahan baku rotan diizinkan. Kala itu, ekspor furnitur menurun drastis hingga sekitar 500 – 800 kontainer per bulan.
Badrudin mengatakan, penurunan ekspor pasca-kenaikan TDL itu di karenakan pengusaha dan pengrajin furnitur rotan tidak bisa lagi menghasilkan produksi dalam jumlah besar. Pasalnya, limit keuntungan mereka sudah habis untuk menutupi besarnya pengeluaran tarif listrik.
Dia mencontohkan, saat ada pesanan furnitur dari pihak pemesan sebanyak 25 kontainer, maka yang hanya bisa dilayani oleh pengrajin sebanyak sepuluh kontainer. Pasalnya, mereka kesulitan menutupi besarnya pengeluaran akibat kenaikan TDL.
Beban para pengrajin rotan pun semakin bertambah jika harga bahan bakar minyak dinaikkan. Dia menyatakan, industri furniture rotan di Cireon bisa kolaps.
"Dampak kenaikan TDL saja sudah seperti itu, apalagi kalau di tambah dengan kenaikan harga BBM," ujarnya Tolak kenaikan harga BBM Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) masih menjadi topik hangat yang ramai diperdebatkan. Namun, masyarakat rotan di Kabupaten Cirebon, telah dengan tegas menolak rencana tersebut karena akan berdampak besar pada ke langsungan usaha mereka.
"Kalau harga BBM jadi dinaik kan, maka industri rotan di Kabupaten Cirebon akan kolaps," ujar Badrudin. Kenaikan harga BBM, kata dia, akan membuat harga bahan pokok dan bahan penunjang dalam industri furnitur rotan menjadi ikut melonjak. Misalnya, melamin, tiner, dan bahan bakar untuk pengangkutan rotan, baik angkutan darat mau pun kapal laut.
Alhasil, lanjut Badrudin, biaya pembuatan furnitur rotan juga akan ikut membengkak. Padahal, para peng rajin dan pengusaha rotan akan sulit menaikkan harga jual furnitur rotan karena para pembeli pasti menolaknya. "Kalau dipaksakan menaikkan harga jual (furnitur rotan), nanti jadi tidak laku," ujar dia.
Badrudin berharap, pemerintahan Jokowi-JK yang akan menggantikan pemerintahan SBY-Budiono, tidak mengambil kebijakan yang menyeng sarakan rakyat dengan menaikkan harga BBM. Dia menilai, masih banyak sumber pendapatan negara di sektor lain yang bisa digali untuk menyelamatkan APBN.
Untuk itu, Badrudin meminta kepada Jokowi selaku calon presiden terpilih agar mengangkat menterimenteri yang kreatif dan pintar. Dengan demikian, mereka bisa memberdayakan kekayaan Indonesia untuk menyumbang APBN, tanpa harus menaikkan harga BBM. "Orang pintar dan kreatif tidak akan me naik kan harga BBM, dengan alasan apapun," katanya. rep:lilis sri handayani ed: agus yulianto