Selasa 07 Oct 2014 13:00 WIB

Proyek PLTSa Rawan Gugatan

Red:

BANDUNG –– Pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) diyakini akan rawan gugatan oleh masyarakat. Pasalnya, kajian ilmiah mengenai dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi pembangunan PLTSa dinilai belum tuntas.

"Akan rawan gugatan bila berbagai persoalannya tidak selesai," kata pakar hukum lingkungan, Asep Warlan Yusuf kepada Republika, di Bumi Panda, Kota Bandung, Senin (6/10). Gugatan tersebut, bisa berasal dari pemenang tender atau mitra kerja pemegang tender. Selain itu, masyarakat juga berpotensi menggugat karena masih terdapat sejumlah aspek yang bermasalah, terutama dari sisi hukum.

Dalam membuat proyek PLTSa ini, kata Asep, ada lima aspek yang per lu dipertimbangkan. Kelimanya adalah aspek regulasi, kelembagaan, keuangan dan ekonomi, teknologi serta partisipasi masyarakat.

Pemkot Bandung harus memastikan unsur regulasi dalam pembangunan PLTSa. Asep mengatakan, ada beberapa regulasi seperti UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengolahan akhir. Selain itu, ada juga peraturan daerah (perda) tentang pengolahan sampah, lingkungan hidup, dan tata ruang. Ke tiga perda tersebut harus mampu bersinergi dalam pengolahan sampah. Sehingga, harus komprehensif. Salah satu yang dibutuhkan ada lah pembuatan rencana strategis untuk pengolahan sampah di kota Bandung. "Harus ada cetak biru dan peta arahnya," kata profesor yang juga ahli hukum perdata itu.

Selama ini, ahli sampah masih me minta kejelasan terkait hal tersebut. Ia menilai, pemerintah sebaiknya mengkaji lebih mendalam sebelum hal ini dilakukan. "Khawatir ada kerugi an lingkungan, lebih baik dibatalkan sebelum dimulai," kata Asep. Ada tiga hal yang membuat suatu keputusan bisa digagalkan, kata Asep, yaitu kebijakan tersebut akan membahayakan masyarakat, seperti bencana alam dan sosial. Kedua, hal tersebut menyebabkan kerugian negara yang besar dan ketiga, perubahan kebijakan yang sifatnya strategis.

Aktivis Yayasan Peduli Biosense Bandung David mengatakan, kebijakan proyek ini terkesan hanya sekadar pencitraan. Karena, proyek ini melulu hanya berkutat pada wilayah politik dibandingkan lingkungan. "Tidak banyak ahli yang dilibatkan," kata David. Kalaupun ada pendapat ahli tentang sampah, ujar David, tidak pernah diakomodir. Bahkan, ahli yang memberikan masukan sesuai kajian ilmiah tersebut dijauhi. "Sejak mengatakan amdal tidak layak, mereka langsung dijauhi," ujar David. rep:c80, ed: friska yolandha

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement