BANDUNG –– LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyayangkan putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya terkait vonis Martin Frederick, tersangka kasus penambangan pasir besi ilegal. Walhi menilai, vonis itu di anggap sangat ringan sehingga tak penuhi asas keadilan. "Kami menyesalkan pu tusan pengadilan. Hakim telah menunjukkan ketidakadilannya," kata Direktur Walhi Jabar Dadan Ramdan saat dihubungi Republika, Rabu (8/10). Dia mengatakan, dengan vonis itu terlihat bahwa hakim lebih memihak kepada pengusaha.
Menurutnya, Martin seharusnya dikenakan sanksi pidana tiga tahun, sesuai dengan UU Minerba No 4 Ta hun 2009. "'Keterlaluan, persoalan lingkungan hanya dihukum dua bulan pidana," ujar nya. Hal itu, merupakan suatu bentuk pelecehan terhadap keberlangsungan tata ruang dan lingkungan hidup. Putusan tersebut menjadi preseden buruk terhadap upaya penegakan hukum di pengadilan. Menurutnya, majelis hakim yang menangani kasus tersebut telah 'masuk angin'. "Hakim menunjukkan layaknya mafia hukum yang mu dah dibeli dan di suap," katanya.
Dadan juga mengkritisi munculnya SK SDM tahun 2014 yang menjadikan Jabar selatan sebagai wilayah kerja pertambangan. Kebijakan itu, telah membuat daerah tersebut mengalami kerusakan ekologis yang cukup parah. Untuk itu, Dadan menyarankan, agar pemerintah melakukan banding terhadap putusan tersebut. Walhi pun, kata Dadan, siap mengawal bersama-sama para penggugat untuk mendapatkan keadilan.
Walhi juga me minta KPK ikut terlibat dalam menginvestigasi permasalahan ini. Karena, indi kasi suap dalam kasus ini cukup kuat, terutama di lingkungan pemerintah. Sebelumnya, Forum Penyelamat Lingkungan Hidup, juga menganggap vonis terhadap tersangka penambangan pasir ilegal, tidak memenuhi asas-asas keadilan dan janggal. Martin Frederick, bos PT ASAM itu divonis delapan bulan penjara masa percobaan dan denda Rp 10 juta subsider dua bulan kurungan. Martin terbukti melanggar pasal 158 undang-undang pertambangan. rep:c80, ed: agus yulianto