Kamis 09 Oct 2014 14:00 WIB

Haul Sunan Gunung Jati Cirebon: Bangkitkan Sejarah, Wasiat, dan Nilai Kepemimpinan

Red:

Lantunan doa, zikir, dan shalawat bergema di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Kota Cirebon, Selasa (7/10) malam. Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat, memimpin langsung acara doa, zikir, dan shalawat tersebut. Ribuan warga dari berbagai daerah pun turut hadir di masjid yang dibangun Wali Sanga itu. Mereka semua meng ikuti haul Sunan Gunung Jati ke- 461, yang diselenggarakan Keraton Kasepuhan Cirebon.

Haul dimulai sekitar pukul 20.00 WIB. Selain warga, haul juga dihadiri seluruh Keraton Cirebon, yakni Keraton Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan dan Keprabonan, para ulama maupun jamaah Sholawat Nariyyah. Acara tersebut memang telah menjadi agenda rutin tahunan Keraton Kasepuhan Cirebon. Hal itu dimaksudkan sebagai salah satu cara untuk selalu membang kitkan sejarah, wasiat, dan nilainilai kepemimpinan Sunan Gunung Jati.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Agung Supriyanto/Republika

Makam Sunan Gunung Jati Cirebon.

Selain doa, zikir dan shalawat yang menjadi puncak acara, kegiatan haul juga sudah dimulai sejak Selasa (7/10) pagi, yang diisi dengan simaan Alquran. Yakni pembacaan 30 juz Alquran oleh Majelis Tadarus Pondok Pesantren se-Wilayah III Cirebon. Selain itu, adapula lomba adzan pitu dan lomba mewarnai.

Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat mengungkapkan, Sunan Gunung Jati telah meninggalkan banyak langkah atau kebijakan yang dapat dijadikan suri tauladan untuk cermin kehidupan generasi masa kini dan yang akan datang. Tak hanya sebagai ulama penyebar Islam yang sangat ber pengaruh di bumi Jawa bagian barat dan nusantara, Sang Sunan juga merupakan seorang raja hingga mendapat gelar "Ingkang Sinuhun Kanjeng Susunan Jati Purba Wisesa, Panetep Panata Gama Aulia Allahu Khalifatur Rosulillahi Salallahuailhiwasalam".

"Sampai akhir hayatnya, Sunan Gunung Jati dapat menjalankan syiar dan pemerintahannya dengan sempurna," kata Sultan. Sultan mengungkapkan, selama pemerintahan Sunan Gunung Jati, Cirebon mengalami masa ke emasan. Wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon kala itu meliputi seluruh Jawa Barat, Jakarta, dan Banten.

Dalam menjalankan roda pemerintahannya, cucu Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran ter sebut selalu mengutamakan langkah yang bermanfaat dan selalu menghindari langkah yang mudharat. Kepentingan umum dan rakyat kecil selalu didahulukan dibandingkan kepentingan pribadi dan keluarganya.

Sunan Gunung Jati juga selalu menjungjung tinggi nilai–nilai keadilan dan universalisme di dalam masyarakat. Kedamaian dan ke tentraman rakyat pun selalu mendapatkan prioritas utama dalam masa peme rintahannya. "Ada beberapa langkah atau nilai-nilai yang pernah dijalankan oleh Sunan Gunung Jati ketika beliau memerintah sebagai seorang raja maupun seorang ulama," ujar Sultan.

Pertama, menjalin silaturahim. Kala itu, model silaturahim yang dilakukan Sunan Gunung Jati adalah dengan mempererat perkawinan antarsuku. Terbukti, cara itu bisa mereduksi kebencian di antara suku Jawa dan Sunda yang saat itu me muncak pascaperang Bubat.

Kedua, sunan yang memiliki nama asli Syekh Syarif Hidayatullah itu juga memberdayakan rakyat dengan memberikan kete rampilan pembuatan kerajinan untuk meningkatkan ekonomi rakyat. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga melakukan pemberdayaan dalam bidang kepemimpinan. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap pemimpin di masyarakat bisa mengurus rakyatnya dengan pe nuh kasih sayang, dan harus bisa mengendalikan serta mengerti keinginan rakyatnya.

Ketiga, tokoh yang lahir sekitar tahun 850 H atau 1448 M itu selalu berdakwah langsung ke masyarakat bawah. Dengan cara itu, dia bisa memahami karakter masyarakat yang dikunjunginya serkaligus menjadi solver problem.

Keempat, Sunan Gunung Jati mengubah aturan bulu bekti (pajak) menjadi atur bekti (zakat/ infak/shadaqoh). Kebijakan Sang Wali untuk menghentikan pengiriman garam dan terasi sebagai upeti (pajak) ke Pajajaran juga di terapkan di Cirebon.

Di masa pemerintahannya, di Cirebon tidak dikenakan wajib pajak. Para kuwu dan gegeden yang berada di bawah perlindungan Kerajaan Cirebon, de ngan sukarela memberikan hasil panen atau hasil tangkapan ikan nya kepada negara setahun sekali tanpa ditentukan jumlahnya.

Kelima, penegakan hukum. Sunan Gunung Jati menerapkan penegakan hukum yang meme nuhi rasa keadilan dan membuat efek jera bagi pelakunya tanpa pandang bulu dan tebang pilih. Kasus hukum yang pernah terjadi di Cirebon dan menjadi monumen keadilan adalah dihukumnya Syekh Siti Jenar dan Pangeran Jayakelana (Putra Mahkota Cirebon).

Keenam, menjaga stabilitas keamanan nasional dan regional. Pada masa kepemimpinan Sunan Gunung Jati, Cirebon memiliki sistem keamanan yang berlapislapis untuk menjaga serangan dari luar. Tak hanya itu, Sang Wali juga berperan besar menjaga stabilitas regional kawasan nusantara, terutama dari serangan Portugis di masa itu.

"Nilai-nilai yang diajarkan dan diwasiatkan oleh Sunan Gunung Jati bisa menjadi landasan berpi kir dan berbuat pada masa seka rang dan yang akan datang," ujar Sultan. rep:lilis sri handayani ed: agus yulianto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement