Dunia pendidikan bukan hanya sekadar mengajarkan kompetensi. Banyak nilai yang diajarkan melalui pendidikan. Ketua Forum Rektor Indonesia Ravik Karsidi mengatakan, dunia pendidikan memiliki pekerjaan berat dalam mempersiapkan diri menjelang MEA.
Dunia pendidikan, kata dia tidak hanya sekadar memberikan kompetensi pada dunia kerja, namun juga harus menjadi salah satu fasilitator agar generasi muda bisa belajar beradaptasi dengan segala perubahan yang ada. Untuk bisa bersaing, SDM harus pandai menyesuaikan diri. Inilah yang menjadi tugas lain yang perlu dipersiapkan dunia pendidikan.
"Harus ada kompetensi yang disebut kemampuan beradaptasi bagaimana seorang anak manusia bisa menyesuaikan diri dengan keadaan baru," ujar Ravik.
Foto:Darmawan/Republika
Kemampuan beradaptasi ini sangat penting agar nantinya para generasi muda tidak gagap menghadapi MEA.
Pasalnya, dalam MEA bukan hanya akan ada kerja sama dalam bidang ekonomi. Dalam hal budaya, 10 anggota ASEAN juga akan bercampur. Kemampuan beradaptasi menuntut agar generasi muda bisa menyesuaikan diri dengan kerja sama regional ini tanpa harus kehilangan jati diri bangsa.
Ravik mengatakan, dalam hal budaya, nantinya akan ada pertukaran budaya yang berujung pada akulturasi kebudayaan. Jangan sampai, generasi muda tidak memiliki kemampuan adaptasi yang pada akhirnya justru menghilangkan jati diri bangsa.
Dunia pendidikan harus mampu membentuk sistem penyaringan agar generasi muda Indonesia tetap berpegang pada nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa.
"Tantangan yang paling pokok adalah bertukarnya budaya antara negara yang kemudian berdagang. Ini bukan hanya masalah perdagangan, tapi masalah perilaku," katanya.
Menurut Ravik, dunia pendidikan perlu menyiapkan agar para lulusannya bisa menyesuaikan diri terhadap situasi yang akan terjadi. Dari sisi kompetensi, hampir sama antara SDM Indonesia dengan SDM di negara lain. Hanya saja, di sisi keterampilan berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris, ini masih perlu ditingkatkan. Lagi-lagi ini berhubungan dengan kemampuan beradaptasi SDM Indonesia.
"Kompetensi dasar kita tidak jauh berbeda. Yang ketinggalan itu kompetensi pendukung, komunikasi, berbahasa, misalnya bahasa Inggris, agak ketinggalan karena itu bukan bahasa ibu kita," ujar Ravik.
Menurut dia, mau tidak mau kemampuan bahasa Inggris harus ditingkatkan agar orang Indonesia bisa berkomunikasi dengan baik. Komunikasi merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan dalam persaingan kerja. Ravik menyarankan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai ujung tombak yang mempersiapkan tenaga kerja terampil mampu melakukan sinergi dan kordinasi terkait SDM Indonesia.
Pasalnya, pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, alias harus mendapatkan dukungan sektor lain untuk bersama membentuk tenaga kerja yang berkualitas. Perlu adanya sinergi antara dunia pendidikan dan dunia industri sebagai penyedia dan user dari tenaga kerja.
rep:Dwi Murdaningsih ed: anjar fahmiarto