Kecelakaan demi kecelakaan menimpa karyawan dan terkadang merenggut nyawa di area pertambangan PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua. Setelah kecelakaan terkini merenggut empat nyawa pekan lalu, sejumlah karyawan merasa khawatir.
Ratusan karyawan PT Freeport Indonesia menggelar demonstrasi dan memalang ruas jalan menuju ke Mile-74 Tembagapura, Papua, sejak Rabu (30/9) dini hari sekitar pukul 02.15 WIT. Aksi karyawan itu sebagai bentuk keprihatinan terhadap sejumlah kecelakaan di area perusahaan penambangan terbesar di Indonesia itu.
Foto:Tahta Aidilla/Republika
Pekerja dari berbagai aliansi melakukan aksi unjukrasa didepan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (2/10). Mereka meminta untuk menghentikan produksi penambangan PT Freeport terkait penyelesaian kasus kecelakaan kerja.
Aksi demo dengan memalang ruas jalan menuju Right Camp Mile 74 Grasberg itu menyebabkan para karyawan yang tak ikut serta tidak bisa menuju tempat kerja di kawasan tambang. Mereka berdemo karena manajemen PT Freeport meminta para karyawan untuk kembali bekerja seperti biasa, terutama yang berlokasi di kawasan Grasberg, pascakecelakaan kerja yang menyebabkan empat karyawan tewas pada Sabtu (27/9).
Para karyawan yang berdemo menuntut tanggung jawab manajemen atas sejumlah kecelakaan kerja yang terjadi di area PT Freeport yang telah menewaskan sekitar 44 orang karyawan. "Kami sudah mendirikan tenda di tengah jalan yang berlokasi di kawasan Right Camp di Mile 72 sehingga akses jalan ke pabrik dan Grasberg terputus," kata Ray Ayorbaba selaku koordinator aksi.
Tokoh pemuda di Mimika, Papua, Decki Mirino, menilai manajemen PT Freeport Indonesia telah melalaikan penerapan standar sistem keselamatan kerja. Hal itu terbukti dari banyaknya kasus kecelakan kerja yang menewaskan puluhan pekerja di perusahaan tambang.
"Ada kesan selama ini Freeport tidak pernah menganggap penting para pekerjanya. Tahun lalu saja ada 28 pekerja yang meninggal karena tertimpa reruntuhan tambang, toh tidak ada apa-apanya. Apalagi, kalau hanya empat sampai lima orang yang meninggal," kata Decki.
Ia mengatakan, mencuat kesan seolah-olah Freeport sekadar memberi uang duka jika ada pekerja yang meninggal dunia dalam kecelakaan kerja. Decky menilai, sikap "besar kepala" yang dipertontonkan oleh manajemen Freeport selama ini tidak lepas dari adanya keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan investasi asal Amerika Serikat itu.
Yayasan Hak Azasi Manusia Anti Kekerasan (Yamahak) Timika mengingatkan Freeport untuk menegakkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja untuk meminimalisasi kasus kecelakaan kerja.
Pembina Yamahak Timika Arnold Ronsumbre mengatakan, Freeport harus bisa memberikan perlindungan yang maksimal kepada pekerjanya karena pekerja merupakan aset bagi perusahaan.
Hingga Rabu (1/9) sore, aparat kepolisian terus melakukan negosiasi dengan pekerja untuk segera membuka blokade jalan. Kapolres Mimika AKBP Jermias Rontini mengatakan, aksi blokade jalan poros tambang Freeport itu melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan mengingat lokasi itu merupakan area objek vital nasional.
Juru bicara PT Freeport Indonesia Daysi Primayanti menyatakan penyesalannya terhadap aksi yang dilakukan para pekerja di Tembagapura itu. "Saat ini, manajemen PT Freeport sedang melakukan dialog dengan para pekerja untuk mencari tahu inti permasalahan dan penyelesaiannya," kata Daisy.
Ia menambahkan, semestinya kemarin merupakan merupakan hari pertama bagi karyawan yang bekerja di tambang terbuka Grasberg. Tambang itu sebelumnya ditutup menyusul kecelakaan pekan lalu. antara ed: fitriyan zamzami